Page 70 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 70
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 45
ada serta keterbatasan sumberdaya). Penulis berkesimpulan bahwa
komunikasi stakeholder dan transparansi merupakan elemen kunci
untuk mengantisipasi dan mencegah memburuknya situasi. Tulisan ini
melihat bahwa polusi sumber air minum memiliki dimensi yang lebih
luas dari sekedar perjanjian atas tanah. Beberapa situasi menunjukkan
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Tulisan ini juga memberikan suatu perspektif mengenai
pentingnya isu air dalam konteks land grabbing. Eksploitasi tanah
berkaitan erat dengan air karena pada tanah yang disewa untuk
tujuan pertanian, biasanya investor akan sekaligus mendapatkan hak
eksklusif untuk mengeksploitasi airnya. Dalam hal ini tidak hanya
’green water’ (hujan, dan air resapan), tetapi juga ’blue water’ (sungai,
danau, dan air tanah). Kondisi ini berdampak pada berkurangnya
kuantitas air yang tersedia untuk masyarakat lokal atau yang berada
di sepanjang aliran, baik untuk minum, keperluan domestik,
pertanian, padang rumput maupun aktivitas ekonomi lainnya.
Praktik pertanian yang intensif seperti penggunaan pupuk, pestisida
dan herbisida, juga dapat mencemari air permukaan, air tanah dan
membuatnya tidak aman untuk dikonsumsi. Land grabbing tidak
hanya berkaitan dengan air tetapi juga kurangnya air. Kebanyakan
negara yang terlibat perjanjian penyewaan tanah dengan negara lain,
pada kenyataannya mengalami kekurangan air di negerinya sendiri.
Dengan memproduksi pangan di Afrika untuk pemenuhan pasar di
negaranya, hal ini juga berarti mengimpor ribuan liter air.
(DWP)
Keterangan: Artikel dapat diunduh di www.water-alternatives.org
I.6. Bachelard, Michael. 1997. The Great Land Grab: What Every
Australian Should Know About Wik, Mabo and the Ten-Point
Plan. Victoria: Hyland House.
Kata Kunci: Australia, Aborigin, hukum tanah, penyewaan
Tulisan ini mengkaji perampasan tanah-tanah milik masyarakat
Aborigin di Australia yang terlembagakan dalam kebijakan negara,