Page 130 - Berangkat Dari Agraria
P. 130

BAB III  107
                                                   Kronik Hukum Agraria Nasional
             agraria  dan redistribusi  tanah  kepada rakyat.  Ketiga,  tak disusun
             untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik agraria struktural.

                 Keempat, isinya banyak inkonsistensi dan kontradiksi. Kelima,
             hak-hak atas tanah disusun tidak matang dan tak hati-hati. Keenam,
             tidak  sensitif  terhadap  pengakuan wilayah adat.  Ketujuh, belum
             menjawab sektoralisme masalah pertanahan. Kedelapan, mengatur
             bank tanah secara berlebihan. Kesembilan, sarat kepentingan bisnis
             dan investasi.

                 Kesembilan hal ini  menjadi  catatan Konsorsium Pembaruan
             Agraria, Aliansi  Masyarakat Adat  Nusantara, Aliansi  Petani
             Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama 39
             organisasi di tingkat nasional dan daerah dalam Siaran Pers 14 Juli
             2019.

                 Ke arah mana angin kontroversi? Antara kebutuhan UU yang
             mengatur secara  khusus  urusan  pertanahan,  dengan sekelumit
             masalah mendasar dalam RUU ini.

             Peta pandangan
                 Kalangan yang meminta agar RUU Pertanahan segera disahkan,
             terutama  mengingat waktu  pembahasan yang  sudah cukup  lama,
             prosesnya telah panjang, serta anggaran negara yang dikucurkan tak
             sedikit. Pun alasan strategis, Indonesia perlu dasar hukum yang lebih
             pasti bagi urusan pertanahan. Dengan alasan ini, RUU Pertanahan
             memang tampak masuk akal untuk segera disahkan.
                 Namun, penulis sangat memahami argumen penolak pengesahan
             RUU ini, terutama dari aspek substansi. Penolakan masyarakat sipil
             mencerminkan  keberatan atas  kecenderungan  pergesaran aspek
             filosofis-ideologis dari penyusunan rancangan produk legislasi. Hal
             ini,  tentu  sangat mendasar. Kita  tahu,  UU  sesungguhnya  produk
             politik. Substansi dari sebuah UU merupakan pantulan pemikiran
             yang  bersifat  ideologis  dari  kekuatan politik  para penyusunnya.
             Sebenarnya, esensi perdebatan pemikiran dalam proses penyusunan
             RUU Pertanahan ini merupakan pertarungan klasik yang berulang.
   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135