Page 136 - Berangkat Dari Agraria
P. 136
BAB III 113
Kronik Hukum Agraria Nasional
3.5. Polemik Sertifikat Elektronik 35
Polemik menyeruak ketika Menteri Agraria dan Tata Ruang/
Kepala Badan Pertanahan Nasional menandatangani Peraturan
Menteri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, 12 Januari
2021. Kebijakan pertanahan nasional terbaru di awal tahun ini sontak
memicu diskursus publik mengenai sistem administrasi pertanahan.
Peraturan menteri ini hanya 22 pasal, tercakup di dalamnya
sertifikat elektronik atau sertipikat-el. Sertipikat elektronik adalah
sertifikat yang diterbitkan melalui Sistem Elektronik dalam bentuk
Dokumen Elektronik (Pasal 1, Ayat 8). Adapun sertifikat adalah
surat tanda bukti hak untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan
yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan (Pasal 1, Ayat 7).
Dinyatakan Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Untuk keperluan pembuktian, Dokumen Elektronik dapat diakses
melalui Sistem Elektronik (Pasal 5).
Sebagian pihak menganggap kebijakan ini tak bersambung
dengan desakan publik guna mempercepat pelaksanaan redistribusi
tanah dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka reforma agraria.
Sertifikat elektronik dipandang bukan prioritas masyarakat saat ini.
Masyarakat miskin lebih butuh tanah sebagai alat produksi.
Proses pendaftaran tanah masih menjadi pekerjaan rumah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN). Di lain sisi,
kebijakan ini dipandang sejalan dengan visi Presiden Jokowi untuk
menjadikan birokrasi pemerintahan lebih gesit melayani kepentingan
publik. Saat kampanye 2019, kerap disebutkan pemerintahan ke
depan berwatak “dilan” atau digital melayani.
Dalam konteks kebijakan pertanahan nasional, sertifikat
elektronik sebenarnya bagian tak terpisahkan dari penataan sistem
35 Kompas, 5 Maret 2021.