Page 35 - Berangkat Dari Agraria
P. 35
12 Berangkat dari Agraria:
Dinamika Gerakan, Pengetahuan dan Kebijakan Agraria Nasional
Kemacetan kedua pada penanganan dan penyelesaian konflik
agraria. Konflik agraria nyaris setiap hari terjadi dan kekerasan kerap
menyertainya. Cakupannya meluas di kehutanan, perkebunan,
pertambangan, pertanahan, dan lainnya.
Berbagai hasil kajian menyimpulkan, konflik agraria bersifat
struktural dan lintas sektoral. Struktural karena lahir akibat sistem
dan politik hukum agraria yang memberi celah konflik. Ketiadaan
mekanisme dan kelembagaan khusus yang menangani dan
menyelesaikan pun melanggengkan konflik agraria. Kewenangan
BPN untuk menangani konflik pertanahan memang diperkuat
Perpres 10/2006 tentang BPN. Kedeputian khusus yang menangani
sengketa, konflik, serta perkara pertanahan sudah dibentuk dan
bekerja.
Namun, kedeputian ini (dan BPN keseluruhan) tak sanggup
menyentuh konflik yang kewenangannya ada di sektor lain.
Fragmentasi kewenangan menyebabkan penanganan konflik agraria
tertatih-tatih.
Kemacetan ketiga pada pelaksanaan redistribusi tanah bagi
rakyat miskin. BPN telah meredistibusi tanah dalam skala terbatas.
Hambatannya, sebagian besar tanah yang potensial didistribusikan
kewenangannya tak berada di tangan BPN.
Contohnya, jutaan hektare tanah potensi landreform berada
dalam kewenangan Kementerian Kehutanan. Melepas tanah bekas
hutan jadi tanah negara yang dikelola BPN dalam rangka pembaruan
agraria, bukanlah gampang. Muncul kesan, sektor lain enggan
melepaskan sebagian kawasannya untuk pembaruan agraria.
Hemat penulis, andai Presiden SBY lebih kukuh memimpin
pembaruan agraria maka semua kemacetan ini bisa segera dicairkan.
PP Pembaruan Agraria segera diterbitkan lalu dijalankan. Semua
menteri dan instansi diarahkan agar menyukseskannya. Presidenlah
yang menentukan.