Page 60 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 60
Masalah Agraria di Indonesia
Madura.
Sampai tahun 1938 tanah yang belum dibeli kembali oleh
Pemerintah Belanda seluas 488.945 ha itu terdiri dari 119
pemilik tanah partikelir, jadi rata-rata tiap-tiap milik tanah
partikelir luasnya 4965 ha, sedang di Karesidenan Bogor rata-
rata 9010 ha.
Pengumuman Gubernur Jenderal pada tanggal 28 Feb-
ruari 1836 (Stbl. no. 19 Reglement omtrent de particuliere
landerijen ten westen de Cimanuk) yang mengatur hubungan
antara tuan tanah dengan penduduk kemudian dicabut dan
diganti dengan ordonansi tertanggal 3 Agustus 1912 (Stbl. no.
22). Baik dalam Reglement 1836, maupun dalam ordonansi
1912, tidaklah jelas pengertian tanah partikelir pada umum-
nya. Dalam Reglement 1836 menyebutkan bahwa tanah-tanah
partikelir adalah tanah yang luas yang diberikan kepada seseo-
rang terutama untuk pertanian dan peternakan, di mana pen-
duduk di situ dapat membuka tanah milik tuan tanah dengan
konsekuensi kewajiban-kewajiban terhadap tuan tanah.
Tanah-tanah partikelir di kota Jakarta dan Jatinegara
berupa persil-persil yang kecil, hingga disangsikan apakah
tanah-tanah partikelir itu dulu pernah menjadi tanah partikelir
dengan maksud dan pemakaian seperti di atas (untuk pertanian
dan peternakan) atau sebagai tanah-tanah partikelir di daerah
Jakarta luar kota dan daerah lainnya. Dalam Reglement 1836
diterangkan bahwa tanah-tanah persil yang kecil-kecil itu yang
biasa dinamakan “tanah merdeka,” terlalu kecil untuk mem-
punyai kepala sendirim, lalu digabung-gabungkan di bawah
pimpinan seorang Vijkmeester. Tanah-tanah yang berupa per-
sil-persil itu asalnya adalah tempat kediaman orang-orang
yang ada di sekeliling kota Jakarta, atau yang berasal dari luar
39