Page 129 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 129
Land Reform Lokal A La Ngandagan
perubahan tata ruang desa melalui apa yang dalam kebijakan
pertanahan saat ini barangkali dapat disebut dengan program
land consolidation. Tentu saja, hal itu dilakukan dengan
kreativitas lokal semata tanpa disertai pertimbangan teknis
apapun secara ilmiah. Bahkan pelaksanaannya juga hanya
dengan mengandalkan kewenangan pemerintah desa tanpa
dikuatkan oleh landasan hukum formal sama sekali dari
struktur pemerintahan yang lebih tinggi.
Demikianlah, pada akhir dekade 1940-an Soemotirto
memulai program relokasi rumah-rumah warga yang
letaknya satu sama lain saling berjauhan dan berserakan
itu. Ia memulainya dengan memindahkan rumah-rumah
yang berada di pinggir hutan atau di pojok-pojok desa agar
menyatu dengan pusat perkampungan. Setelah itu, ia menata
struktur permukiman yang ada di pusat kampung, yaitu
dengan memerintahkan agar rumah-rumah warga dirapikan
dan secara berderet dihadapkan ke arah jalan raya. Selain
itu, jalan-jalan kampung dan gang-gang kecil juga ditata,
termasuk pembuatan jalan dari Karang Turi yang lurus
mengarah ke Gunung Pencu. Demikian pula, perbaikan
jalan juga dilakukan khususnya dari Karang Sambung
menuju kantong produksi. Dengan begitu, terbentuklah
perkampungan yang lebih compact dan tertata rapi di tiga
dusun Ngandagan: Karang Sambung, Karang Turi dan
Jati Mulyo.
Selama proses ini pula “warna ke-Sumatera-an”
Soemotirto hasil dari masa perantauannya di masa muda ia
wujudkan di desa Ngandagan. Beberapa gapura dibangun
di desa dengan atap yang meniru gaya rumah gadang di
100