Page 127 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 127

Land Reform Lokal A La Ngandagan


            pekerja bangunannya adalah para lelaki yang mempunyai
            kewajiban untuk melakukan kerigan kepada desa.
                Yang menarik adalah bahwa pembangunan gedung
            sekolah ini juga mendapat dukungan penuh dari empat
            desa di sekitarnya, yaitu Karang Anyar, Wonosari, Kapiteran
            dan Karangkotes. Berkat pendekatan Soemotirto, lurah
            keempat desa itu bersedia mengerahkan warganya untuk
            turut membantu penyelesaian pembangunan gedung
            sekolah ini, baik dalam bentuk sumbangan tenaga maupun
            bahan bangunan. Ketika pembangunan gedung ini selesai
            dan sekolah mulai dibuka, murid-muridnya juga berasal
            dari desa Ngandagan dan keempat desa tetangganya ini.
            Atas inisiatif dan kemampuan Soemotirto mengkoordinir
            beberapa desa dalam pembangunan gedung sekolah ini, ia
            kemudian dijuluki warganya sebagai “Mbah Glondong”,
            yang mengandung arti “lurahnya para lurah”. Suatu titik
            balik bagi desa Ngandagan mengingat sebelumnya desa
            ini dikenal oleh desa-desa tetangganya sebagai markasnya
            para garong.















                                 Gambar 3.7
                   Bangunan SDN Ngandagan Saat Ini (Tahun 2010)



            98
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132