Page 95 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 95
Land Reform Lokal A La Ngandagan
yang kekuasaannya dijalankan dengan dasar moralitas praktis
hubungan “bapak-anak” (Ibid.).
Dengan gaya kepemimpinan semacam inilah Soemotirto
kemudian melansir kebijakan land reform dan berbagai
kebijakan terkait lainnya dalam rangka menjawab
berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat desa
Ngandagan.
C. LAND REFORM LOKAL ALA DESA NGANDAGAN
1. Kondisi Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
di Lahan Sawah
Seperti telah diuraikan pada Bab II.C terdahulu, kondisi desa
Ngandagan saat Soemotirto mulai menjabat sebagai Lurah
sangatlah memprihatinkan. Ada dua persoalan mendasar
yang saat itu menghimpit kehidupan warga desa. Pertama
adalah persoalan ketimpangan penguasaan tanah yang
sangat akut dan, seiring dengan itu, banyaknya petani yang
tidak memiliki tanah sama sekali. Kedua adalah persoalan
hubungan kerja yang dirasakan sangat eksploitatif; suatu
keadaan yang mencerminkan kondisi ketergantungan yang
hampir mutlak dari kalangan buruh tani dan petani gurem
kepada petani kaya. Namun, seiring dengan perjalanan
kepemimpinan Soemotirto, banyak persoalan lain yang
kemudian juga menjadi fokus perhatian dan kebijakannya,
misalnya persoalan produksi pertanian, pendidikan dan
pembangunan desa secara umum.
Terutama dua poin yang disebut pertama merupakan
persoalan mendesak yang menuntut tanggapan secepatnya.
Sebagian besar sawah di desa, yang menurut aturan adat
66