Page 118 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 118

Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing  95


              dengan penyitaan benda yang dijual atau dibeli. 6
                  Lahirnya  maklumat  23  Oktober  1685  menimbulkan  keragu-
              raguan tentang ada tidaknya  larangan pengasingan tanah,  karena
              maklumat tersebut tidak mengaturnya. Keragu-raguan itu termasuk
              bagaimana kalau orang golongan Eropa mau membeli tanah-tanah
              orang Indonesia, karena  aturannya  tidak  ada. Keragu-raguan itu
              amat  terasa pada  akhir  masa  tanam paksa.  Mengingat pada  saat

              itu  sedang berkembang  teori  van  den Berge  yang juga menjadi
              pegangan penguasa, bahwa tidak mungkin seorang bukan Indonesia
              menikmati hak-hak kebendaan atas tanah yang lain daripada yang
              dikenal dalam Burgerlijk Wetboek (BW).  Sementara pada saat yang
                                                   7
              sama  banyak  pengusaha  swasta  asing  yang  telah  membeli  tanah-
              tanah  rakyat  dan  tanah bekas  perkebunan kopi  Gubernemen  di
              daerah Pasuruan. Pembelian  tanah-tanah  rakyat dan  tanah bekas

              perkebunan kopi Gubernemen oleh pengusaha swasta mengancam
              perkebunan kopi milik Gubernemen (Pemerintah Hindia Belanda).
              Untuk  menghadapi ancaman  dari  pengusaha  swasta  dan  karena
              keragu-raguan  tidak adanya aturan  larangan  pengasingan  tanah,
              maka diusulkan adanya penegasan sesuai teori van den Berge yang
              juga  dianut penguasa,  bahwa penjualan  tanah-tanah  Indonesia
              kepada  orang-orang bukan Indonesia itu  adalah batal menurut
              hukum.  Pada  akhirnya  dikeluarkanlah  Stbl.  1875  No. 179  yang
              mengatur Grondvervreemdingsverbod.

                  Sikap pengusaha asing membeli tanah-tanah rakyat pada saat
              itu dapat dipahami,  karena  usaha  perkebunan dimonopoli  oleh
              pemerintah Hindia Belanda.  Sementara itu  di Negeri Belanda
              sendiri  banyak  pengusaha  swasta karena keberhasilan  usahanya

              mengalami kelebihan  modal dan memerlukan bidang usaha baru



              6   Mhd. Yamin Lubis & Abd. Rahim Lubis, Hukum..., Ibid., hlm. 65.

              7   Sudargo Gautama, Hukum Agraria..., Op. Cit., hlm. 53.
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123