Page 123 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 123
100 FX. Sumarja
pulau Jawa dan Madura terutama wilayah di luar pemerintahan
langsung Hindia Belanda ditemukan adanya larangan bagi warganya
untuk menjual tanah sawah turun temurun kepada orang asing. Istilah
Eindresumé untuk menyebut Eindresumévan het onderzoek naar de
rechten van den inlander op den grond (ringkasan akhir penelitian
tentang hak-hak atas tanah oleh penduduk pribumi).
Penelitian yang dilakukan ahli-ahli kolonial Belanda tahun 1868-
1869, mencakup semua tanah yang ada di bawah pengawasan langsung
pemerintah kolonial. Semua kabupaten di Jawa dan Madura, kecuali
Batavia dan Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta, menjadi bagian
dari penelitian ini. Survey ini memilih dua desa di tiap kabupaten,
sehingga jumlah keseluruhan desa yang disurvey 808 buah. Walaupun
penelitian selesai tahun 1870, hasilnya belum segera tersusun. Semua
laporan diterbitkan dalam tiga jilid pada tahun 1876, 1880, 1896 secara
berturut-turut. Oleh karena itu hasil penelitian tersebut hanya
mempunyai sedikit pengaruh terhadap kebijakan pertanahan, sebab
pada tahun 1870 telah lahir Agrarische Wet.
Ringkasan akhir penelitian tentang hak-hak atas tanah oleh
penduduk pribumi menyebutkan bahwa peraturan-peraturan
komunal mengenai pemilikan tanah pertanian pada umumnya
kaku sekali. Demikian pula mengenai pemindah-tanganan tanah.
Bilamana tanah dimiliki secara komunal, maka pengendaliannya
ketat sekali, dan penjualan secara bebas tidak dimungkinkan sama
sekali. Pemindahtanganan tanah hanya dapat dipertimbang-kan
bagi tanah pertanian “milik perorangan turun-temurun” (erfelijk
individueel bezitter). Meskipun Eindresumé hanya sedikit membuat
uraian terperinci mengenai kejadian-kejadian yang sebenarnya,
namun dapat ditarik kesimpulan mengenai pemindahtanganan
sawah “milik perorangan turun-temurun” (erfelijk individueel
bezitter). Demikian, bahwa larangan pengasingan tanah telah
dikenal terhadap tanah-tanah Indonesia.