Page 127 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 127

104   FX. Sumarja


                Dasar  filosofis  pengaturan  larangan  pengasingan  tanah  oleh
            desa adalah  untuk  kesejahteraan  seluruh warga desa.  Tujuan
            larangan pengasingan tanah ini pada umumnya untuk melindungi
            kepentingan desa, dalam menjaga ketersediaan  tenaga kerja yang
            diperlukan oleh pemerintah Hindia Belanda/penjajah.

            3.   Larangan Pengasingan Tanah Menurut Hukum Agraria
                Kolonial

                Hukum  agraria kolonial  mengenal  politik hukum larangan
            pengasingan  tanah  yang  termuat di  dalam  Vervreemdingsverbod
            (Stbl. 1875 No.  179), Pasal 12 Stbl. 1912 No. 422, serta Pasal 17 dan 18
            Agrarisch Reglement Sumatra’s Westkust (Reglemen Agraria untuk
            Sumatra Barat).



            a.  Vervreemdingsverbod (Stbl. 1875 No.  179)
                Peraturan tersebut memuat larangan pengasingan tanah  hak
            milik  (erfelijkindividueel  gebruiksrecht)  oleh bangsa Indonesia
            kepada  bukan bangsa Indonesia.  Hak  milik yang dimaksudkan
                                           17
            di  sini adalah  hak  tanah adat atau  hak-hak atas  tanah  menurut
            hukum adat,  tidak  termasuk  hak atas  tanah  barat.  Orang asing
            yang dimaksudkan di  sini  adalah orang  yang  bukan golongan

            rakyat  Indonesia,  bisa golongan  Eropa dan  yang dipersamakan
            dengan mereka, serta golongan Timur Asing. Orang asing dilarang


            17   Sudikno Mertokusumo,  Perundang-undangan    Agraria...,  Op. Cit.,
                hlm. 8. Sudikno menggunakan istilah “bangsa Indonesia”, sebenarnya
                tidak tepat, kemudian Sudargo Gautama menggunakan istilah “ orang
                golongan  rakyat Indonesia”. Pada ketentuan Pasal  163  IS  mengatur
                penduduk Indonesia sebagai kaula Belanda terdiri dari tiga golongan,
                yaitu golongan eropa dan  yang dipersamakan, golongan  Timur
                Asing, dan golongan orang  Indonesia asli atau golongan  bumiputra
                (indigenous people). Mestinya menggunakan istilah orang Indonesia
                asli atau bumiputra, ataupun orang golongan rakyat Indonesia. Lihat
                Gouwgioksiong, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Djakarta: PT
                Kinta, 1963, hlm. 55; Bagir Manan, Hukum Kewarganegaraan Indonesia
                dalam UU No. 12 Tahun 2006, Yogyakarta: FH UII Press, 2009,  hlm. 16.
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132