Page 126 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 126

Hak Atas Tanah Bagi Orang Asing  103


              Eindresumé, dapat diketahui  bahwa aturan  larangan  pengasingan
              tanah telah ada pada masyarakat Indonesia (utamanya masyarakat
              Jawa  dan Madura),  meskipun  tidak  semua  daerah mengenalnya.
              Tentu  yang dimaksud  larangan  pengasingan  tanah di  sini  bisa
              dikatakan pararel dengan larangan pengasingan tanah yang diatur
              VOC melalui maklumatnya  tanggal  18  Agustus 1620. Jika  VOC
              melarang orang-orangnya menjual tanah (tanah pekarangan/ kebun)
              pada orang lain meskipun tidak mutlak, maka masyarakat desa di
              Jawa dan Madura melarang orang-orangnya untuk menjual  tanah

              sawahnya kepada orang luar desa. Pada tanah pekarangan tidak ada
              penjelasan dari Eindresumé. Mengingat tidak ada penjelasan, bisa
              dipersepsikan  bahwa untuk  tanah pekarangan rakyat  Indonesia
              tidak ada larangan pengasingan tanah.
                  Berbeda  dengan larangan  pengasingan  tanah, larangan

              penjualan tanah partikelir mencakup baik tanah pertanian maupun
              non-pertanian. Kemudian  dengan lahirnya  Grondvervreemdings-
              verbod (Stbl.  1875 No. 179), bahwa yang dilarang di jual pada orang
              asing sebatas  tanah pertanian  termasuk perkebunan,  tidak untuk
              tanah perkotaan  (pekarangan/pemukiman).   Berdasarkan alasan
                                                       16
              historis,  Grondvervreemdingsverbod  diciptakan  karena terjadinya
              pengasingan tanah bekas perkebunan kopi Gubernemen di Pasuruan
              dan tanah-tanah di Minahasa.

                  Jika diperhatikan  uraian di  atas,  tampaklah  bahwa desa-desa
              di  Pulau Jawa  yang berada  di  bawah kekuasaan langsung Hindia
              Belanda  pada  saat itu memiliki  hak  otonomi  untuk mengurus
              rumah tangganya sendiri. Desa-desa tersebut memiliki kedaulatan
              untuk mengatur boleh tidaknya warga desa memindah-tangankan

              tanah hak miliknya kepada orang di luar desa. Orang asing yang
              dimaksudkan di sini adalah orang-orang yang berasal dari luar desa.




              16  Sudargo Gautama, Hukum Agraria..., Op. Cit., hlm. 79.
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131