Page 173 - Hak Atas Tanah bagi Orang Asing
P. 173
150 FX. Sumarja
kuat (turun temurun) dapat dibatasi berdasarkan ketentuan Pasal
28J ayat (2) UUDNRI 1945. Pasal tersebut mengatur bahwa dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Artinya pengaturan perizinan peralihan/pemindahan hak atas tanah
harus diatur dalam undang-undang. Pasal 4 UU No. 56 Prp Tahun
1960 mengatur bahwa pemindahan hak milik atas tanah harus
mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, telah merefleksikan
ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUDNRI 1945. Hal demikian sejalan
dengan teori pembentukan hukum dan teori hierarki perundang-
undangan, bahwa materi muatan suatu peraturan perundang-undang
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Apalagi
“sesuatu yang akan diatur (izin peralihan/ pemindahan hak)” tersebut
telah ditentukan bentuknya dalam sebuah konstitusi negara.
Pada perkembangannya pengaturan izin peralihan/ pemindahan
hak atas tanah hanya diatur dalam bentuk peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang. Hal demikian, izin peralihan/
pemindahan hak tidak sejalan dengan teori yang ada, utamanya
teori pembentukan hukum dan teori hierarki. Bilamana peraturan
izin peralihan/pemindahan hak atas tanah ternyata menyebabkan
tanah hak milik jatuh pada orang asing, berarti tidak sejalan dengan
teori hukum negara kesejahteraan.
B. Kuasa Mutlak
Hukum tanah nasional telah mengatur bahwa pemindahan hak
atas tanah harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian
yang sah sebagai syarat untuk dapat melakukan pendaftaran tanah.
Beralihnya hak atau lahirnya hak karena pemindahan hak bukan
pada saat didaftarkannya di Kantor Pertanahan, tetapi pada saat
ditandatanganinya akta pemindahan hak.