Page 191 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 191

merekayasa  iklim  sosial  dengan cara  merawat  kepercayaan warga,
            mengakali regulasi demi  kemanfaatan sosial  berkelanjutan, dan  aji
            mumpung (memanfaatkan) posisinya sebagai sesama warga agar tetap
            bisa  bersentuhan dengan  subjek  pemberdayaan—istilah  katro’nya:
            masyarakat penerima manfaat, tidak peduli negara sedang pandemi
            atau ditawan oligarki. Hajar saja, babak belur mah sudah biasa.

                Sungguh, ini  bukan  dongeng kepahlawanan, karena FS bukan
            pahlawan. FS tak lebih dari pemanis buatan di perkebunan tebu yang
            tumbuh menghutan pada hamparan berjuta hektar bekas  tegakan.
            Tahun 2021, pada bulan ke-7 menjelang kontrak usai, saya ditanya oleh
            warga Dusun Nawungan I, Desa Selopamioro, lokasi Penataan Akses
            Kantah Bantul, “Setelah ini (RO I), apakah masih ada kelanjutannya?”
            Pertanyaan itu, bagi saya terdengar seperti tagihan santap gourmet
            di restoran  berkelas  (yang  terlanjur  tertelan)  padahal  duit  sudah
            terkuras. Jawaban “Tidak  tahu”, “Entah!”, “Semoga  saja”  terdengar
            tidak  bertanggungjawab,  “Insya  Allah”,  jelas  membawa-bawa  nama
            Tuhan untuk  menghindari  fardlu  kifayah  (kewajiban  sosial)  agar
            tekesan fitrah.

                Warga  tidak  tahu bagaimana logika  program bekerja, bahwa:
            gerak-gerik  Negara  ini  dibatasi aturan, waktu dan anggaran,  yang
            mereka tahu adalah saya telah menjadi bagian hidup mereka, sehingga
            ketika saya mengucapkan selamat tinggal dengan alasan administratif
            akan terkesan jawaban di luar nalar. Negara ini tak ubahnya LSM yang
            hidup dari tetesan infak (iuran faksa/CSR) korporasi, bedanya: rakyat
            adalah  donor  abadi  Negara melalui  APBN. Ini berarti  saya  sedang
            menghadapi tuan dari majikan yang mempekerjakan saya. Hal yang
            sama terulang pada tahun 2022, di Desa Wukirsari, lokasi Penataan
            Akses Kantah Bantul selanjutnya.
                Bagi  saya,  cara  paling  aman  ialah  menelanjangi diri.  Saya
            tanggalkan seragam, enyahkan surat tugas dan tanda pengenal. Saya
            serupa mereka, sesama warga yang terdampak persoalan agraria dan
            berharap solusi dari Reforma Agraria sejati. Saya bukan ronin tanpa
            shogun di  masa  Edo  yang diharuskan  seppuku demi  kehormatan
            diri yang melekat ada shogun yang dilayani. Martabat saya sebagai


            176   REFORMA AGRARIA EKOLOGIS:
                  Praktik Penataan Akses Ramah Lingkungan di Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196