Page 69 - REFORMA AGRARIA EKOLOGIS
P. 69
pusat. Hal ini menunjukkan bahwa logika “tetesan ke bawah” (tricle
down effect) dari pendekatan ekonomi pertumbuhan tidak pernah
terwujud nyata, apa yang terjadi adalah penghisapan/eksploitasi dan
akumulasi daripada pembangunan dan distribusi. Bahkan, struktur
ekonomi oligarkis sudah muncul pada periode tersebut (Andriono
1999 dalam Sulistiyani 2017).
Gambar 2. Struktur Ekonomi Oligarkis di Indonesia
Sumber: Andriono 1999 dalam Sulistiyani 2017
Ketimpangan akibat pendekatan ekonomi pertumbuhan tidak
hanya terjadi di sektor agraria dalam bentuk (a) kepemilikan modal;
(b)penguasaan lahan ; dan (c) aset negara oleh para konglomerat
domestik dan asing, tetapi juga pada (a) rasio akses pendidikan antara
laki-laki dengan perempuan (1971-1990) sebesar 3:1 (BPS 1983-1996
dalam Sulistiyani 2017); dan (b) penyerapan fasilitas kredit selama
1985-1993 antara pertanian (7,6 % - 7,5 %) dengan sektor perindustrian
(34,2 % - 33,3 %); perdagangan (32,8 % - 26,1 %); dan jasa (18,7 % -
22,4 %) (Hasibuan 1994 dalam Sulistiyani 2017), sementara itu secara
nasional proporsi produksi dan penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian lebih tinggi daripada sektor-sektor lainnya, berturut-turut
sebesar 24,4 dan 55,9 (1980); 22,7 dan 54,7 (1985); 19,5 dan 49,2 (1990),
meskipun demikian nilai produktivitas sektor pertanian menurun
tajam dengan penyerapan tenaga kerja yang melandai, mulai 1991
sektor industri baru mengimbangi dan melampaui sektor pertanian
(Djojohadikusumo 1994). Penurunan produktivitas lahan tersebut
54 REFORMA AGRARIA EKOLOGIS:
Praktik Penataan Akses Ramah Lingkungan di Desa Panjangrejo, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul