Page 35 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 35
Nur Aini Setiawati
tanah yang tertinggi, maka semua hak-hak perorangan secara
langsung atau tidak langsung bersumber pada hak ulayat
itu. 25
Pemikiran hukum adat tentang hak atas tanah seperti
yang diterangkan di atas banyak ditentang oleh ilmuwan
sosial. Hal ini disebabkan oleh pertama, istilah bezit diartikan
hak milik (ownership). Pengertian ini memungkinkan memberi
status hak milik tanah terhadap orang-orang Asing di Indo-
nesia. Kedua, istilah bezit bisa dipahami sebagai orang yang
membuka tanah baru (newly opened lands) kemudian menjadi
pemilik tanah (ownership of land). 26
Dalam membicarakan pemilikan tanah di Kota Yogya-
karta, perlu dikembalikan kepada konteks kekuasaan raja
yang bercirikan agraris tradisional. Konsep kekuasaan raja
tidak jauh dari definisi kekuasaan pada umumnya yang pada
prinsipnya bersifat absolut. Raja-raja Mataram adalah pem-
buat undang-undang, pelaksana undang-undang, dan seka-
ligus sebagai hakim. Dengan demikian, kekuasaan seorang
27
raja terkesan begitu besar dan tak terbatas sehingga rakyat
mengakui raja sebagai pemilik segala sesuatu baik harta benda
maupun rakyat yang mempergunakan tanah di wilayah keku-
asaannya. Rakyat menjadi sasaran untuk memperoleh pajak
25 Hadisuprapto, Ikhtisar Perkembangan Hukum Tanah Daerah Isti-
mewa Yogyakarta (Yogyakarta: Karya Kencana, 1977), hlm. 2.
26 Robert van Niel, “Rights to Land in Java”, dalam T. Ibrahim
Alfian (eds), Dari Babad Dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1992), hlm. 145.
27 Moedjanto, Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya Oleh Raja-
raja Mataram (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 77.
16