Page 32 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 32
Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
menarik untuk diteliti.
Pada awal abad XX, Kota Yogyakarta merupakan wilayah
inti (kutanegara) Kerajaan Yogyakarta yang penduduknya
padat. Kehidupan sosial ekonomis daerah ini telah berkem-
bang dengan adanya pemanfaatan tanah sebagai pasar dan
pusat perdagangan di sepanjang Malioboro serta pusat pere-
daran uang yang didorong oleh adanya sistem pajak ber-
bentuk uang. Setelah adanya kekuasaan Pemerintah Hindia
Belanda di Yogyakarta, Keraton Yogyakarta masih memiliki
hak otonomi. Pemerintah Kolonial mengakui dan menghor-
mati kedudukan daerah Kasultanan dan Pakualaman
(swapraja). Di daerah swapraja ditempatkan residen yang
kemudian berubah menjadi gubernur beserta stafnya. Dengan
demikian, Yogyakarta memiliki kedudukan yang istimewa
dibandingkan dengan daerah lainnya. Di Yogyakarta meski-
pun terdapat kekuasaan pemerintah kolonial, raja tetap memi-
liki kekuasaan Zelfbestuur status. Hubungan antara peme-
rintah kolonial dan raja dilakukan melalui perantara seorang
patih, dalam hal ini patih bertindak sebagai perantara seka-
ligus mata-mata residen di istana. 22
Beberapa persoalan di atas sebagaimana telah diuraikan
secara luas, secara kebetulan melihat Yogyakarta (Kota Yog-
yakarta) sebagai ruang lingkup spasial penelitian. Pemilihan
Kota Yogyakarta dilakukan karena Yogyakarta merupakan
daerah Vorstenlanden yang memiliki perkembangan pesat. Satu
analisis yang tepat tentang periode ini diharapkan bisa
digunakan untuk melihat transformasi pemilikan tanah di
22 P.J Suwarno, op. cit., hlm. 57-58.
13