Page 89 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 89
Nur Aini Setiawati
wakan kepada perorangan bangsa Belanda serta Tionghoa
seperti dokter keraton dengan hak eigendom atau hak opstal.
Sultan tetap memegang hak eigendom apabila hak osptal dibe-
rikan kepada mereka. 10
Penguasaan tanah yang telah diuraikan merupakan ciri
pola penguasaan tanah sampai awal abad XX yang meman-
dang sultan sebagai penguasa tunggal dan pemilik tunggal
tanah di Kota Yogyakarta. Pandangan itu berangkat dari
pengertian bahwa sultan merupakan wakil Tuhan yang ber-
kuasa di dunia. Pada waktu itu tanah dikuasai oleh para
birokrat keraton yang diberi kuasa sultan untuk mengawasi
dan mengurus tanah-tanah sultan. Penguasaan tanah seperti
itu menyebabkan rakyat tidak memiliki hak atas tanah.
Kondisi itu menyebabkan sultan sebagai penguasa tanah
mengubah nasib rakyat dengan menata kembali aturan-aturan
tentang tanah di wilayah Kasultanan Ngajogjakarta Hadi-
ningrat. Untuk mewujudkan kehendaknya, pada 1925 ditata
kembali aturan-aturan mengenai tanah di wilayah kasul-
tanan. Atas kehendak para penguasa kerajaan, aturan-aturan
tanah yang rumit diubah dengan memberi hak atas tanah
kepada rakyat dengan hak pakai secara turun temurun (erfelijk
individueel gebruikrecht). Hak atas tanah itu dapat diwariskan
kepada keturunannya dan menyerahkan tanah dengan sta-
tus hak memiliki (andarbe) kepada kalurahan yang ada di wila-
yah Kasultanan Ngajogjakarta. Tanah-tanah sultan yang dibe-
rikan kepada kalurahan dengan hak memiliki (andarbe) itu
10 K.P.H. Notoyuda, “Hak sri Sultan Atas Tanah Di Yogya-
karta” (Yogyakarta: tp, 1975), hlm. 4.
70