Page 91 - Dari Tanah Sultan Menuju Tanah Rakyat
P. 91
Nur Aini Setiawati
sini berbeda dengan konsep tradisional yang menunjukkan
bahwa “pemilikan” mempunyai pengertian “penguasaan”
dan sebaliknya “penguasaan” di dalamnya mengandung
pengertian “pemilikan”.
Pada awal abad XX, sultan memiliki tanah yang sangat
luas dan sekaligus memiliki kekuasaan yang besar atas tanah-
tanah di Kota Yogyakarta. Pada waktu itu, sultan dianggap
sebagai penguasa dan pemilik atas tanah yang dapat menga-
tur sistem penggunaan tanah kekuasaannya. Oleh karena itu,
sultan telah mengatur sistem penggunaan tanah di wilayah
Ibukota Yogyakarta sesuai dengan kedudukan dan fungsinya
sebagai berikut: 13
a. Tanah yang dipakai sendiri oleh sultan yaitu keraton.
b. Tanah-tanah yang oleh sultan diserahkan dengan cuma-
cuma untuk dipakai Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschappij (NISM), Benteng Vredeburg, kantor kare-
sidenan, stasiun, dan lain-lain.
c. Tanah-tanah dengan eigendom atau opstal yang diberikan
kepada orang-orang Tionghoa dan Belanda.
d.Tanah yang diserahkan untuk dipakai pegawai-pega-
wai sultan yang dikelola secara berkelompok (krajan/
tempat tinggal pejabat) yang disebut tanah golongan.
e. Tanah yang diserahkan kepada kerabat/sentana sultan
dengan status hak pakai yang disebut tanah kesenta-
naan.
13 Notoyudo, “Hak Sri Sultan Atas Tanah di Yogyakarta” (tp,
1975), hlm. 9-10. Lihat juga Ter Haar, Adatrecht Bundel XXII, hlm.
198.
72