Page 67 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 67

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

               antiimperialisme yang digembor-gemborkan Presiden
               Soekarno dan para pendukungnya menunjukan orientasi
               politik yang tegas dalam arah pembangunan yang hendak
               dicapai. Selain itu, hambatan kedua dalam strutur masya-
               rakat agraris di Indonesia saat itu adalah sifat feodal dan
               hak memiliki yang eksploitatif.
                  Gambaran tentang stuktur feodal atau setengah feo-
               dal tersebut sejalan dengan rumusan yang diberikan oleh
               ketua PKI D.N. Aidit yang menggambarkan struktur kelas
               masyarakat Indonesia sebagai masyarakat semi-feodal
               dan semi-kolonial.
                  Menurut Aidit, feodalisme dalam arti sesungguhnya
               memang sudah hilang akibat berkembangnya kapitalisme
               dalam perekonomian Indonesia, namun “masih terdapat
               sisa-sisanya” yang membelenggu mayoritas kaum tani di
               pedesaan seperti hak monopoli tanah, pembayaran sewa
               penggarapan dalam bentuk tanaman (bagi-hasil) dan
               tenaga kerja serta libatan utang dalam sistem gadai dan
               ijon tanah yang merajalela di pedesaan. 16
                  Tak heran bila usaha mematahkan ekonomi kolonial
               yang masih beroperasi di Indonesia itu lantas menjadi
               dasar garis perjuangan yang diambil oleh PKI. Dalam
                                                           17
               analisa PKI, ada lima kelas utama dalam struktur kelas di
               pedesaan, yakni: tuan tanah yang menguasai tanah
               kurang dari lima sampai sepuluh hektar, petani sedang
               yang menguasai tanah seluas kurang dari lima hektar dan
               mengerjakan tanahnya sendiri, petani miskin yang luas
               tanahnya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga
               mereka terpaksa bekerja sebagai buruh tani dan


               16. Hindley. Op. cit., hal. 33.
               17. Ibid., hal. 32.

                                        61
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72