Page 72 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 72
TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH
mayoritas kaum tani yang seringkali bertentangan de-
ngan kebijakan pemerintah sendiri dalam banyak hal se-
jak republik berdiri. 25
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan BTI me-
nyampaikan saran-saran mereka yang pada dasarnya
merupakan suatu desakan tentang bagaimana seharus-
nya perombakan agraria dijalankan. Menurut mereka,
arah pelaksanaannya semestinya difokuskan pada penyi-
taan terhadap tanah tuan tanah yang membantu dan
memihak gerombolan DI-TII serta tuan tanah pemberon-
takan lainnya dan membagikannya kepada kaum tani tak
bertanah dan tani miskin.
Di samping itu, dengan nada mendesak mereka me-
nyarankan agar pemerintah segera menyelesaiakan ter-
lebih dahulu sengketa tanah bekas milik asing, konsesi,
kehutanan yang telah lama diduduki oleh kaum tani;
penghapusan tanah partikelir dan pelaksanaan Undang-
Undang Bagi Hasil sebelum rancangan undang-undang
agraria ditetapkan menjadi undang-undang negara. 26
Sehubungan dengan diajukan rancangan undang-
undang pokok agraria, ketua umum BTI Asmoe mengu-
capkan pidatonya sebagai wakil golongan karya di DPR-
GR dengan nada yang lebih optimis:
Ketentuan dihapuskannja hak2 dan wewenang2
atas bumi dan air dari swapradja2 atau bekas
25. Sebagaian besar konflik agraria sejak penyerahan kedaulatan telah men-
ciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kaum tani dalam ma-
salah-masalah seperti penentuan sewa tanah oleh perkebunan, peng-
usiran kaum tani yang menduduki tanah perkebunan yang seringkali
berakhir dengan kekerasan. Tanah-tanah yang digarap oleh kaum tani
ditraktor oleh aparat pemerintah.
26. Suara Tani. Op.cit., hal. 2.
66

