Page 85 - Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform Pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965
P. 85
GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI
Boyolali, Cilacap, Bandung, Bogor, Jakarta, Cirebon,
Tasikmalaya, Cianjur, Ciamis, Indramayu dan Subang.
Delegasi-delegasi yang dipimpin oleh BTI, selain me-
nuntut pelaksanaan perjanjian bagi-hasil, juga mendesak
agar perwakilan-perwakilan organisasi tani dilibatkan
dalam panitia yang akan menentukan besarnya tingkat
imbangan dalam pelaksanaan bagi-hasil. Tidak semua
usaha BTI melalui pengiriman delegasi atau aksi massa
ini membuahkan hasil. Hanya di beberapa tempat di
mana dukungan petani terhadap BTI sangat kuat, upaya
BTI mampu menekan pejabat setempat untuk segera
menetapkan imbangan perjanjian bagi-hasil sesuai de-
ngan UU yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Tanggal 7 Agustus 1960, setelah serombongan dele-
gasi BTI mendatangi bupati Cirebon, ditandatanganilah
Perda No. 5256/Pem 28/60 yang mengatur perimbangan
perjanjian bagi-hasil. Diputuskan juga bahwa mekanisme
bagi-hasil di wilayah Cirebon dibedakan antara wilayah
Cirebon Dalam dan Cirebon Pantai. Di wilayah Cirebon
Dalam yang umumnya merupakan usaha pertanian
sawah basah, bupati menetapkan sistem maron (imbang-
an 1:1) antara petani penggarap dan pemilik sawah. Se-
dangkan di wilayah Cirebon Pantai yang umumnya perta-
nian di atas lahan kering, kebijakan bagi hasil ditentukan
dengan sistem 2:3, yang berarti 2/5 hasil panen diberikan
pada pemilik tanah, sedangkan 3/5 bagian menjadi milik
penggarap. 6
Selain berhasil menentukan tingkat imbangan bagi-
hasil yang baru, di Jember pada bulan Mei 1961 dilapor-
kan pula bagaimana aksi kaum tani berhasil mendorong
6. Suara Tani. No. 11, Th. XI, Desember 1960.
79

