Page 232 - Prosiding Agraria
P. 232

Konstruktivisme Penataan Akses Reforma Agraria:   217
                                                                 Dinamika Kesejahteraan Masyarakat Inklusi Multi Aspek

             beberapa kelurahan,  dengan berbagai  tahapan  yang berbeda. Kelurahan  Tegalsari  dan
             Muarareja di Kecamatan Tegal Barat sudah memasuki fase tiga, Kelurahan Pesurungan Lor di
             Kecamatan Margadana pada fase dua, dan Kelurahan Bandung di Kecamatan Tegal Selatan

             baru memulai fase satu. Teori konstruktivisme dapat memberikan perspektif yang berharga
             dalam memahami dinamika pelaksanaan ARA di berbagai tahapan ini.

                  Pertama, teori Konstruktivisme dalam penetapan lokasi, penetapan lokasi merupakan
             tahap pertama dalam pelaksanaan ARA di Kelurahan Pesurungan Lor. Teori konstruktivisme,
             yang  menekankan pentingnya  interaksi  sosial  dalam pembentukan pengetahuan  dan

             kebijakan, relevan dalam menjelaskan proses penetapan lokasi. Kelurahan Pesurungan Lor
             dikenal sebagai sentra ternak itik yang dikelola secara tradisional. Berdasarkan Keputusan
             Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah dan Keputusan Wali Kota Tegal, kelurahan ini
             ditetapkan sebagai lokasi ARA karena mayoritas aset agraria berupa tanah sudah bersertifikat
             hasil dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Hal ini menunjukkan bahwa

             keputusan  penetapan lokasi  didasarkan  pada konstruksi  sosial  yang mempertimbangkan
             kondisi lokal dan potensi pengembangan melalui pendampingan.

                  Kedua, Menunjukan  keseriusan  dalam menjalankan  program,  maka  juga  dilakukan
             pengadaan tenaga pendukung, ini merupakan kebijakan penting dalam pelaksanaan ARA,
             di mana keterlibatan pihak lain selain Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) diharapkan

             dapat mensukseskan program ini. Teori konstruktivisme menekankan pentingnya kolaborasi
             dan partisipasi berbagai aktor dalam pembentukan kebijakan. Wali Kota Tegal menunjuk
             konsultan untuk mendukung pelaksanaan ARA, sementara Kantor Pertanahan Kota Tegal

             merekrut tenaga Field Staff untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat. Langkah
             ini mencerminkan pendekatan konstruktivis yang mengedepankan kerjasama antara berbagai
             pihak untuk mencapai tujuan bersama.

                  Ketiga, Penyuluhan  sebagai Proses Konstruksi Pengetahuan. Penyuluhan merupakan
             tahap penting dalam pelaksanaan ARA untuk memastikan tujuan program dipahami oleh
             semua pihak yang terlibat. Teori konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan dibangun

             melalui interaksi sosial. Dalam konteks ini, penyuluhan yang melibatkan tokoh masyarakat,
             perangkat  desa,  dan  warga Pesurungan Lor bertujuan  untuk membangun  pemahaman
             bersama tentang program ARA. Penyuluhan ini berisi informasi mengenai proses pelaksanaan
             program dan  manfaat yang diharapkan, yang  bertujuan untuk  menciptakan persepsi dan

             komitmen bersama.

                  Keempat, Pemetaan Sosial  dan Penyusunan Model. Pemetaan  sosial  adalah  tahapan
             penting  yang  bertujuan  untuk mengumpulkan  data, informasi,  potensi,  kebutuhan,
             dan  permasalahan  sosial,  ekonomi,  teknis,  serta kelembagaan masyarakat. Menurut
             konstruktivisme, data dan informasi ini dibentuk melalui interaksi sosial dan dialog antara

             berbagai pemangku kepentingan. Tahap ini memungkinkan Tim GTRA untuk melakukan
             analisis mendalam dan menyusun model  pemberdayaan yang  sesuai dengan kondisi dan
   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237