Page 58 - Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
P. 58
menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga harus ditetapkan melalui
tahapan. Mahkamah Konstitusi juga telah menyatakan bahwa penunjukan
sepihak oleh Menteri Kehutanan itu dengan sendirinya tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat.
Pada Putusan MK45 di dalam putusannya pada bagian pertimbangan
[3.14] Mahkamah Konstitusi menyatakan:
“Menimbang bahwa adapun mengenai ketentuan peralihan dari UU
Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan, “Kawasan hutan yang
telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sebelum berlakunya undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku berdasarkan undang-undang ini”, menurut
Mahkamah, meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang
a quo mempergunakan frasa“ ditunjuk dan atau ditetapkan”, namun
berlakunya untuk yang“ ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam Pasal 81
Undang-Undang a quo tetap sah dan mengikat”
Mahkamah Konstitusi tidak membatalkan frasa “ditunjuk dan atau”
dalam Pasal 81, karena jika Mahkamah Konstitusi membatalkan frasa
tersebut, maka semua penunjukan-penunjukan yang telah dilakukan
sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 harus dinyatakan
batal. Dihapusnya frasa ditunjuk pada Pasal 1 angka 3 tidak berarti
semua wilayah yang telah menjadi kawasan hutan melalui penunjukan
yang telah dilakukan sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
atau sebelum adanya putusan MK ini harus diperlakukan sama dengan
penetapan kawasan hutan. Penunjukan yang dilakukan sebelum adanya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 harus diperlakukan sebagai tahap
awal dalam proses pengukuhan kawasan hutan, yang kemudian perlu
ditindaklanjuti dengan tahapan berikutnya dalam proses pengukuhan
kawasan hutan yaitu penatabatasan, pemetaan dan penetapan. Hal ini
sejalan dengan pasal 15 ayat (1) UU Kehutanan ini, yang mengatur bahwa
penunjukan adalah tahap awal dalam pengukuhan kawasan hutan dan
perlu dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
Pada putusan Perkara No. 34/PUU-IX/2011, MK memperkuat
pandangannya bahwa pengukuhan kawasan hutan harus memperhatikan
keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat, termasuk hak-hak
perseorangan dan badan hukum.
Hasil Penelitian dan Pembahasan 51

