Page 76 - Pengakuan dan Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan
P. 76
Ulayat kaum ini sering juga disebut tanah pusako tinggi.
Terhadap tanah ulayat kaum dapat didaftarkan sebagai
subjek pemegang hak adalah anggota kaum dan mamak
kepala waris dengan status hak milik.
Dari ketentuan tersebut di atas, dipahami bahwa jika
tanah ulayat didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka
statusnya diubah menjadi HGU, Hak Pakai, Hak Milik, HPL
dan hak kelola. HM, HGU, Hak Pakai, dan HPL merupakan
status tanah yang dikenal dalam hukum pertanahan Indonesia,
sedangkan “hak kelola” merupakan istilah baru yang tidak
lazim dalam hukum positif pertanahan Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam mekanisme
pendaftaran tanah ulayat yang diatur oleh Perda Nomor 6
Tahun 2008 berimplikasi terhadap berubahnya status hukum
tanah ulayat, yang bertolak belakang dengan asas utama tanah
ulayat.
c) Jika pemegang haknya bukan orang, tetapi lembaga (organisasi)
berarti harus ada penunjukan dari pemerintah, seperti
halnya badan hukum pada umumnya. Contohnya badan
hukum perdata, atau badan keagamaan, misalnya terhadap
tanah masyarakat adat Bali yang digunakan untuk tempat
sembahyang (pura) maka subyek haknya adalah lembaga “
Pura” itu sendiri, misalnya Pura Besakih, dan lainnya.
2) Kepastian obyek tanah ulayat
Kepastian tentang tanah atau obyek haknya, berkaitan dengan
kepastian dimana letak tanah, berapa luasnya dan bagaimana batas-
batasnya. Kiranya mudah dipahami, bahwa orang menginginkan
kepastian juga mengenai hal-hal tersebut, karena tidak adanya
kepastian tanahnya itu akan mudah menimbulkan sengketa di
dalam pemanfaatan dan penggunaan atas bidang tanah tersebut.
Untuk itulah diperlukan adanya kegiatan teknis yaitu pengukuran
dan pemetaan setelah dilakukan penetapan batas-batas bidang tanah
(tanah ulayat).
Dengan demikian, perlu adanya tindak lanjut putusan MK
35 tersebut yang diwujudkan melalui undang-undang, penguatan
Hasil Penelitian dan Pembahasan 69

