Page 108 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 108
Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
pada pembatasan komunal dengan adanya sebagian dari
tanah itu yang penggarapannya diserahkan kepada
orang lain melalui pengaturan pihak desa. Meskipun
tanah itu dapat diwariskan kepada anak dan cucu tetapi
tidak dapat diperjualkan kepada orang luar desa. Tetapi
aturan semacam ini dilanggar karena ada kebiasaan
buruk di masyarakat Ngandagan, yakni berjudi dengan
taruhan tanah. Ini dapat terlihat di Ngandagan sebelum
dilakukannya landreform tahun 1947 dimana 70 persen
24
tanah sawah dikuasai oleh orang luar desa. Pada
mulanya mereka yang menerima hak garap tidak dapat
mewariskan haknya itu kepada ahli warisnya. Ketika
pemilik hak garap meninggal maka harus dikembalikan
kepada pihak desa untuk diatur ulang. Namun sekarang
hak garap itu bisa diwariskan secara turun temurun dan
seakan-akan pihak desa kehilangan kontrol atasnya.
Pada tahun 1950-an dan 60-an landreform atau pena-
taan tanah di Ngandagan terus berlangsung. Lurah Soe-
motirto sebagai penggagas landreform memandang
perubahan relasi agraria diperlukan rakyat agar mereka
mendapatkan pekerjaan di desanya sendiri. Persyaratan
24 Penguasaan tanah dan relasi antara kuli baku (pemilik tanah) dan
buruh kulian mengalami perubahan setelah dilancarkan landreform dan
pertukaran kerja. Untuk hal ini lihat. Gunawan Wiradi, “Reforma
Agraria Berbasis Rakyat: Belajar dari desa Ngandagan”, dalam Seluk-
Beluk Masalah Agraria, Reforma Agraria dan Penelitan Agraria,
(Yogyakarta: STPN Press 2009), hlm. 145-190.
87