Page 105 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 105
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
Soemotirto tidak hanya menata ulang tanah, tetapi
juga berkaitan dengan pertukaran tenaga kerja agraria,
sebagaimana dituturkan oleh Parman, anak angkat mbah
glondong Soemotirto.
“Waktu itu disini ikut serta lelaki-perempuan bekerja sampai
pada pemeliharaan sawah. Jadi istilahnya gini, tidak ada tanam
padi itu dibayar dulu. Kalau orang tanam padi itu sekarang diba-
yar. Dulu n’dak, karena dulu mendapatkan sawah, paling sedikit
45 ubin. Jadi, orang tanam bergiliran. Sekarang di tanahnya A,
kemudian B, C dan D satu hari selesai. Yang memacul lelaki dan
yang tandur perempuan. Jadi tanpa uang tetapi bergantian, atau
istilahnya grojogan.” 20
Pembagian tanah 45 ubin kepada penggarap tidak
bertanah dan pertukaran kerja adalah kesetaraan dalam
penguasaan tanah. Pada tahun 1950-an dan 60-an peme-
rataan tanah dan kesetaraan kerja agraria terwujud di
desa Ngandagan. Penanaman produk pertanian dan tem-
pat tinggal ditata secara rapi, setiap rumah penduduk
diwajibkan untuk menanam minimal dua pohon jeruk di
pekarangan dan di sepanjang jalan menuju pesanggrahan
gunung Pencu ditanami pohon pepaya. Pada hari Minggu
banyak wisatawan Purworejo yang datang ke
pesanggrahan gunung Pencu untuk menikmati wisata
gua, alam dan buah-buahan produk desa Ngandagan.
Ditambah pula, penduduk membuat pembibitan sendiri
untuk penanaman benih padi seperti Rojolele,
20 Wawancara dengan Parman 5 Juni 2010.
84