Page 103 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 103
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
kecil.
Saat ini, untuk kebutuhan makan mereka sehari-hari
masih bisa dibiayai dari hasil penjualan jajanan
tersebut. Akan tetapi, untuk kebutuhan pengobatan
sang suami, mereka telah kehabisan akal. Uang
sebanyak Rp. 21 juta dari hasil penjualan rumahnya
dulu tidak lagi tersisa. Untunglah tetangganya masih
bermurah hati berbagi listrik untuk penerangan rumah-
nya. Sedangkan anaknya tidak kunjung ia masukkan
sekolah TK karena tidak ada biaya.
Dinayah berharap, sang suami bisa segera sehat,
agar mereka bisa bekerja bersama-sama mencari
penghidupan. Inilah harapannya saat ini.
2. Buruh Kuli dan Buruhan 45 Ubin
Penguasaan tanah dengan memberikan hak garap
tanah sawah 45 ubin adalah konsep pemerataan kepada
semua penduduk yang tidak bertanah. Mereka yang
memperoleh tanah itu diwajibkan menggarapnya sendiri.
Sebagai kompensasinya, mereka diwajibkan melakukan
kerigan dan ronda. Pada tahun 1947, lurah terpilih
Mardikun Soemotirto melakukan Penataan kembali ta-
nah di desa Ngandagan. Soemotirto yang kemudian men-
dapatkan sebutan mbah gelondong (lurah dari lurah) dari
masyarakat desa adalah orang luar desa Ngandagan, dia
berasal dari desa Wonosari yang berbatasan dengan desa
Karangturi. Penataan kembali tanah berkaitan dengan
perombakan ulang pekerjaan agraria. Soemotirto
82