Page 99 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 99
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
basan di Ngandagan sekarang disebabkan karena “tidak
mau rugi”-nya penebas menggunakan sistem bawon
yang dinilai tidak menghasilkan panenan yang optimal
dan harus berbagi dalam jumlah yang cukup besar
dengan buruh tani. Kegiatan panen padi yang semula
adalah “ritual sosial, ekonomi, dan budaya”, berubah
menjadi ekonomis belaka tatkala digantikan dengan
sistem tebasan. 19
Boks Profil Buruh Tani
Dinayah namanya. Ia berumur 40 tahun. Ia bukan
asli Ngandagan, namun berasal dari Samping,
kecamatan Kemiri, tepatnya sebelah timur kecamatan
Pituruh. Setelah lulus SD di Kemiri, ia ikut merantau
ke Palembang bersama familinya. Di sanalah ia
bertemu jodohnya bernama Doniman yang asli
Ngandagan. Di Palembang Sadiyah bekerja sebagai
pembantu rumah tangga, sementara Doniman bekerja
di penggergajian kayu, bertugas sebagai tukang
mengasah gergaji dan parang. Setahun bertemu
dengan calon suaminya itu, Dinayah kemudian
memutuskan menikah pada tahun 1990. Di daerah
Palembang, kebanyakan perantau dari sekitar
Purworejo bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan
di penggergajian kayu, sebagaimana Dinayah-
19 Ulasan tentang bawon dan tebasan, lihat, Ben White, “Rice
Harvesting and Social Change in Java: an Unfinished Debate”, dalam
The Asia Pacific Journal of Anthropology , 1(1) 2000, hlm. 79-102.
78