Page 102 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 102
Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
Dengan menebaskannya, pemilik tinggal terima ber-
sih. Upah tebasan adalah 10:1 padi, bukan dengan
dibayar uang. Jika tenaganya kuat, buruh tebas bisa
mendapat upah yang lumayan. Satu rombongan tena-
ga tebasan biasanya sekitar 4 orang perempuan. Sa-
wah milik pamong (sawah bengkok) biasanya ditebas-
kan. “Kalau sawah tani yang kecil-kecil itu dipanen
buruh, jadi sedikit dipanen bareng-bareng”, ujar
Sadiyah. Namun itupun tergantung si pemilik sawah
tani. Jika ia tidak meminta tenaga buruh, maka sawah-
nya akan dipanennya sendiri, dan buruh menjadi
menganggur.
Dinayah mengaku jika pada masa panen orang
sering memintanya melakukan nderep, maka dalam
satu musim ia bisa mendapat 2 kwintal. Bahkan ia
pernah mendapat sampai 3 kwintal, meskipun sangat
jarang. Pada masa panen kedelai, ia turut memburuh
panen dengan mendapat upah 5:1, yakni 5 kilogram
panen kedelai diupah 1 kilogram padi.
Untuk membiayai hidup sehari-hari, saat ini Dina-
yah berjualan jajanan singkong. Orang menyebut
jajanan ini dengan nama “balung kuwuk”. Ia membu-
atnya sendiri sebanyak 300 bungkus yang akan habis
dalam waktu 2 minggu. Perbungkus dijualnya sehar-
ga Rp. 400. Jajanan ini dititpkannya di warung-wa-
rung. Untuk membuat jajanan ini, ia mendapat modal
dari adiknya yang sedang merantau di Jakarta. Jajanan
ini dibuat dari singkong yang direbus, lalu dipotong
kecil-kecil dan diberi gula dan cabe. Setelah itu, irisan
ini dijemur beberapa saat hingga agak mengeras.
Setelah siap, kemudian dibungkus dalam plastik kecil-
81