Page 125 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 125

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
            5:1. Dalam kondisi terpaksa, tidak jarang banyak buruh
            tani yang bersedia. Tenaga kerja luar desa (dalam rom-
            bongan) yang dibawa oleh penebas sendiri menerima
            tawaran tebasan karena mereka bisa memanen dalam
            hamparan luas secara monopoli tanpa diperbolehkannya
            tenaga kerja lain terlibat. Meskipun upah yang ditawar-
            kan adalah 10:1, namun karena mereka bisa seharian
            melakukan pemanenan itu dalam hamparan sawah yang
            luas, maka bisa mendapat upah yang relatif besar. Tentu
            saja dibutuhkan tenaga yang cukup besar untuk bisa men-
            jadi tenaga kerja tebasan. Juragan tebas sering mengambil
            tenaga tebas dari daerah “nggunung” (sekitar Kalikotes
            dan Kapiteran) yang terkenal terdapat banyak tenaga kerja
            yang kuat.
                Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa tanah
            bengkok yang dikuasai oleh para pamong desa saat ini
            bisa dijual hak garapnya ke pihak lain. Adanya peru-
            bahan atas tanah bengkok dari penggarapan melalui bagi
            hasil menjadi penjualan hak garap kepada pihak lain
            masih dianggap sesuatu yang tidak lazim dan menyalahi
            norma. Namun inilah yang terjadi dan justru dilakukan
            sendiri oleh kepala desanya. Sang lurah memutuskan
            menjual hak garap karena sedang membutuhkan biaya
            cukup besar untuk membangun rumah. Entah siapa yang
            memulai, yang jelas fenomena ini merupakan gejala baru
            di Ngandagan beberapa tahun belakangan.




            104
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130