Page 129 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 129

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
                Persoalan jual beli tanah di Ngandagan menjadi
            rumit berkaitan dengan tanah  babon (utama) dan
            pucukan-nya. Ini akibat dari berserakan atau terpecah-
            pecahnya tanah-tanah kulian itu beserta hak buruhan-
            nya. Dalam ilustrasi di atas digambarkan bahwa ketika
            terjadi transaksi jual-beli tanah seluas tanah yang digam-
            barkan dalam garis putus-putus di atas, maka akan ter-
            kena juga hak buruhannya terjual. Hak ini bukan lantas
            dikuasai pembeli namun tetap berada di tangan peng-
            garap buruhannya semula. Tanah buruhan yang terkena
            transaksi jual beli itulah yang disebut pucukan, sebab
            posisinya ada di ujung (pucuk) dalam pengertian sema-
            kin terpisah dari tanah babonnya (kuliannya). Situasi jual
            beli tanah semakin rumit ketika penjual tidak tahu lagi
            siapa yang saat itu sedang menguasai tanah buruhan-
            nya. Transaksi jual beli seperti itu acapkali menjadi
            keuntungan pihak ketiga atau orang-orang yang mena-
            warkan jasanya dalam transaksi jual-beli itu. 36
                Sementara itu, hasil dari transaksi jual beli tanah di
            desa Ngandagan adalah agak membengkaknya pemi-
            likan tanah dimiliki oleh orang luar desa. Pada saat ini
            (2010) kepemilikan tanah oleh orang luar desa  menurut
            catatan sekretaris desa, diperkirakan mencapai hingga
            sepertiganya (33,3%). Proses jual beli tanah dimulai
            kembali tahun 1967 yakni periode lurah Kartodimedjo,



                36  Wawancara dengan Hamid Ganjar, Ngandagan, 5 Juni 2010.

            108
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134