Page 131 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 131
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
sebagai simbol kepala rumahtangga. Bahkan ada juga
yang mewariskan tanah sawahnya secara keseluruhan
kepada anak laki-laki tertua, baru kemudian anak laki-
laki tertua itu yang akan membagi peruntukannya kepa-
38
da saudara-saudaranya yang lain. Situasi pembagian
semacam itu tidak berlaku di desa Ngandagan. Pemba-
gian warisan dari orangtua secara wajar dan setara bagi
anak-anak mereka. Proses pewarisan secara formal di-
saksikan oleh pihak desa. Hal ini untuk mengantisipasi
jika di suatu ketika terjadi transaksi tanah, maka telah
dipastikan terlebih dahulu siapa pemilik tanah tersebut.
Jika tidak dikhawatirkan transaksi akan melahirkan seng-
keta tanah.
Harta warisan seperti tanah dan rumah jatuh ke
tangan anak yang mengurus dan mengelola tanah yang
diwariskan itu. Misalkan Pak Marko yang mempunyai
tiga orang anak. Anak yang paling besar tinggal di Kra-
jan, bernama Hani, dan dua orang lainnya mengadu nasib
dan menetap di Jakarta. Praktis pengelolaan harta
warisan berada ditangan anak yang berada di Krajan.
Hani sehari-hari bekerja “serabutan”, mulai dari peker-
jaan domestik rumah tangga hingga mengurus produksi
tanah perkarangan dan sawah. Sedangkan Sudin, suami
38 Sebagaimana ditemukan misalnya di Kecamatan Bayat, Klaten,
Jawa Tengah. Tim Sains, “Laporan Penelitian Kedaulatan Pangan di
Klaten”, KRKP bekerjasama dengan Sajogyo Institut, Bogor, 2007.
110