Page 135 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 135
Ahmad Nashih Luthfi dkk.
garap. Juga terjadi pada tanah bengkok dan tanah kulian.
Untuk tanah buruhan dan bengkok, sewa-menyewa ini
disebut dengan “jual-garap”. Menjual tanah artinya men-
jual hak garapnya. Sewa-menyewa tanah 45 ubin itu telah
menjadi marak dikalangan penggarap Ngandagan,
terutama ketika mereka membutuhkan biaya besar untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu: menyekolah-
kan anak atau sebagai modal keluarga yang pergi
merantau ke kota-kota besar. Sementara itu, pihak
penyewa tanah 45 ubin adalah para penggarap 45 ubin
yang mempunyai uang lebih atau petani kelas menengah.
Mereka mendapatkan modal itu dari hasil panen kedelai
yang mereka putar dengan menyewa hak pakai tanah
buruhan 45 ubin. Bahkan kelas petani menengah berani
menyewa dalam jangka panjang tanah buruhan 45 ubin,
yakni sekitar 7 tahun. Selama jangka waktu 7 tahun
dengan sewa sebesar Rp. 3. 400.000. Tanah 45 ubin itu
kira-kira dapat menghasilkan uang Rp. 1.800.000 dari 2
41
kali panen padi dan satu kali panen kedelai. Hampir
jamak kelas petani menengah di Ngandagan mencari pola
pemasukan ekonomi seperti itu. Aparat desa yang
mendapatkan tanah bengkok juga turut menyewakan hak
pakai garapnya. Bisa jadi ini menjadi legitimasi bagi
petani buruhan 45 ubin untuk menyewakan hak garap
41 Jadi, hanya dalam jangka waktu dua tahun sudah dapat
mengembalikan modal sewa. Sisa 5 tahun dipergunakan untuk mengum-
pulkan keuntungan dari penyewaan hak pakai garap tersebut.
114