Page 137 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 137

Ahmad Nashih Luthfi  dkk.
                tergantung kesuburan tanah, 300 ribu untuk sekali tanam. Yang
                beli adalah buruhan juga, tapi buruhan yang punya duit, kayak
                Trihartoyo, saya (menjual garap) sampai 14 kali. Banyak yang
                seperti itu. 42

                Kebutuhan akan uang tunai membuat para pengga-
            rap memutuskan menjual hak garap tanah buruhan
            selama beberapa waktu, tergantung pada kebutuhan uang
            tunai yang ia perlukan. Kewajiban kerigan dan ronda
            masih harus dijalankan pihak penjual hak garap. Ka-
            dangkala penjualan hak garap tanah 45 ubin mempunyai
            resiko kalau jangka waktu jual hak garap belum selesai
            si penjual meninggal dunia. Biasanya kewajiban kerigan
            dan ronda digantikan oleh sanak-keluarganya.
                Perubahan kedua dari relasi penguasaan tanah 45
            ubin adalah dipergunakan untuk kampanye politik
            pemilihan lurah. Pada saat kampanye kepala desa men-
            janjikan akan memberikan tanah 45 ubin kepada
            pendukungnya dan seandainya lurah terpilih tidak mene-
            pati janji maka pendukung akan terus menagih. Peristiwa
            semacam ini terjadi dalam pemilihan lurah terakhir yang



                42  Sudin adalah pendatang dari Yogyakarta. Ia datang ke Ngan-
            dagan setelah menikah di Jakarta dengan Hani yang asli Ngandagan. Ia
            sendiri baru menetap di desa ini pada tahun 1988. Ia lantas mendapat
            tanah buruhan 45 ubin pada tahun 1990-an pada saat kepemimpinan
            lurah Haryadi Pada saat pemilihan lurah, meski pendatang baru, Sudin
            merupakan pendukung utama Haryadi. Wawancara dengan Sudin,
            Ngandagan,  8 Juni 2010.

            116
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142