Page 136 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 136
Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
tanahnya kepada pihak lain, meski secara aturan hal
demikian tidak diperbolehkan.
Gejala sewa-menyewa hak pakai tanah sawah 45
ubin mulai intensif pada akhir tahun 1990-an yakni pada
masa transisi lurah Haryadi ke lurah Tono Bakiuni. Ma-
raknya sewa-menyewa tanah sawah buruhan 45 ubin
menandakan pula semakin lemahnya institusi desa ter-
hadap tanah. Pada tahun 1950-an dan 60-an semasa kepe-
mimpinan Soemotirto, justru ia melakukan penataan
ulang dan membangkitkan kembali sistem tenurial
tradisional desa. Pada waktu itu kedudukan tanah
dipelihara dengan tolong menolong oleh sesama pengga-
rap dalam sistem tukar-menukar tenaga kerja.
Terdapat dua perubahan dalam penguasaan tanah
45 ubin oleh para penggarapnya. Pertama, ia diperguna-
kan untuk mendapatkan uang tunai dengan cara menjual
hak garapnya. Kedua, tanah garapan itu dipergunakan
pula sebagai mesin suara pada masa kampanye
pemilihan kepala desa. Terkait dengan sewa-menyewa
tanah buruhan 45 ubin ini, dan perubahan-perubahan
relasi penguasaan tanah 45 ubin, dituturkan oleh Sudin:
“Disini tanah 45-an yang dijual banyak, tidak hanya satu dua.
Kebutuhan sih kadang-kadang orang miskin yang diberikan itu
yang ada cuma itu. Kebutuhan anak-anak sekolah, beli buku,
seragam, yang punya cuma itu ya dijual beberapa kali. Um-
pamanya 2 kali, 4 kali. Besok kepepet lagi namanya digangsur,
tuh gangsur lagi 3 kali lagi, jadi 5 garapan lagi. Banyak yang kayak
gitu. Lihat-lihat tempatnya 45 ubin 300 ribu hingga 350 ribu
115