Page 465 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 465
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
setelah itu, pemimpin FSPI berkampanye tentang bahaya
“reforma agraria palsu” ini karena skema yang ditawarkan
diterapkan tanpa transformasi politik-ekonomi yang kokoh
(FSPI 2006).
KPA, disisi lain, dan beberapa organisasi petani lain,
berpendapat bahwa meskipun struktur ekonomi politik
tidak akan berubah secara radikal, rencana tersebut bisa
digunakan untuk memfasilitasi legalisasi ratusan ribu klaim
pada lahan yang diduduki oleh petani dan kelompok adat
(KPA 2006). Kebingungan yang ditimbulkan oleh posisi di
antara kedua pendukung reforma agraria ini (KPA dan
FSPI) ini terlihat pada diskusi permasalahan tanah negara,
pemimpin SPP, yang menjadi anggota dari FSPI dan KPA,
terlibat dalam diskusi formal dan informal dengan aktor
pemerintah tentang pelaksanaan inisiatif baru tersebut.
Inisiatif reforma agraria dapat menjadi indikator
bahwa sekarang giliran gerakan agraria dan para pemimpin
mereka untuk mengubah konteks politik-ekonomi. Selain
itu, konteks pada tahun 2007 ini -baik neoliberal maupun
desentralisasi periode pasca-Soeharto- secara signifikan
berbeda dari saat baru lahirnya gerakan bawah tanah yang
pertama kali dimulai pada akhir 1980-an dan awal 1990-
an. Pemerintahan terpusat ala Orde Baru adalah campuran
dari beragam, desentralisasi kabupaten, masing-masing
berhubungan dengan pergeseran dan politik yang tidak
menentu dalam lingkungan agraris yang berbeda-beda
dengan perbedaan lembaga dan sejarah pengelolaan tanah.
Dephut masih berpegang teguh pada klaim mereka
terhadap lahan hutan. Taman nasional sebagaimana hutan
produksi terlihat baik untuk menginspirasi para penuntut
reforma agraria, tetapi tidak di mata konservasionis
konservatif dan beberapa pendukung keadilan lingkungan.
Meskipun ini merupakan bentuk-bentuk oposisi yang kuat,
tapi pembaruan tetap dijalankan.
451

