Page 461 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 461

Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria

               terhindarkan menjadi bertumpang-tindih dan kadang-
               kadang bertentangan dengan aktivis Pengelolaan hutan
               berbasis komunitas.
                    Di Jawa, di mana lahan sudah padat dan hutan politik
               telah memainkan banyak peran dalam sejarah penggunaan
               lahan pulau itu dan khususnya selama Orde Baru, aktivis
               pengelolaan hutan berbasis komunitas tidak selalu ber-
               sikeras pada perpajakan lahan dari hutan . Langkah
                                                         197
               pertama adalah berusaha untuk meningkatkan akses petani
               ke tanah dan sumber   daya hutan.
                    Namun, permasalahan rakyat dan kehutanan sosial,
               dalam pandangan beberapa aktivis agraria, adalah hak ke-
               pemilikan sumber daya dan akses bukannya kontrol mutlak
               atau otonomi masyarakat, lebih dari itu, mereka beker-
               jasama dengan Perusahaan Kehutanan Negara atau
               Menteri Keuangan. Untuk gambaran hak yang lebih rumit,
               banyak aktivis agraria yang berharap untuk lebih banyak
               alternatif  kepemilikan komunal untuk muncul secara
               organik atau diusahakan. kepemilikan pribadi mempunyai
               resiko dijual, sedikit pelajaran untuk banyak orang setelah
               sukses dan menganggap kegagalan dari kampanye di Sagara
               (Fauzi 2003; Lukmanudin 2001).  Dengan cara ini dan
                                               198

               197  Di Jawa, bentuk yang diterapkankan dalam Perusahaan Kehutanan
                  Negara disebut Kehutanan Sosial. Aktivis mengemukakan
                  kehutanan masyarakat sebagai bentuk alternatif, yang tidak akan
                  melibatkan intervensi atau kekuasaan pembuat keputusan oleh
                  negara, suatu keadaan yang diakui masyarakat hutan sebagai di luar
                  Kawasan Hutan atau wilayah hutan negara.
               198   Desa Sagara telah dimobilisasi oleh SPP dan KPA untuk menduduki
                  tanah juga diklaim oleh Perusahaan Kehutanan Negara. Kasus
                  ituberakhir dengan kekalahan Perusahaan Kehutanan Negara, ketika
                  Menteri Agraria Nasional dan Kepala Badan Pertanahan Nasional
                  mententukan bahwa tanah negara yang bersangkutan dapat
                  digolongkan kepada reformasi tanah (Keputusan No. 35VI/1997).
                  Namun, tiga tahun setelah permukiman, sebagian besar dari 580
                  hektar tanah yang didistribusikan  telah dijual, hal ini
                  mengecewakan aktivis agraria.


                                                                  447
   456   457   458   459   460   461   462   463   464   465   466