Page 459 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 459
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
waktu ke waktu, mereka berhasil: bahkan di bawah
kekuasaan otoriter di Indonesia, wacana lingkungan telah
berhasil memperoleh alas hukum. Manfaat konservasi dari
hutan negara dan strategi akumulasi berbasis sumber daya
alam (Perusahaan dan negara) dilakukan dengan menen-
tang kapasitas badan-badan sumber daya alam seperti
Departemen Kehutanan untuk mengelola kelangsungan
196
sumberdaya agraria berupa tanah. Pengukuhan taman
nasional baru, kawasan konservasi dan cagar alam adalah
bukti fisik dari kekuasaan penggiat lingkungan: mereka
bahkan mengubah ketentuan kehutanan, memperluas
jumlah hutan yang disediakan untuk kawasan lindung atau
konservasi lebih dari produksi skala besar atau pem-
bangunan.
Peningkatan daya konservasi mengubah dan telah
diubah oleh konteks politik ekonomi. Di sisi pelestarian
kelompok hijau, dasar teritorial dari konservasi dianggap
sebagai ancaman oleh desentralisasi dan reforma agraria -
baik melalui pendudukan tanah langsung atau melalui
kebijakan pemerintah (McCarthy 2006; Resosudarmo
2005). Jika pengelolaan hutan dan kawasan konservasi
didesentralisasikan, siapa yang akan bertanggung jawab
untuk mendanai dan menegakkan cagar alam dan kawasan
lindung pada tahun-tahun suksesnya konservasi pada
mobilisasi transnasional, nasional dan tingkat local? (Jepson
dan Whittaker 2002) Dan Jika Menteri Kehutanan dan
Perusahaan Kehutanan Negara dianggap sebagai pengelola
lahan yang haram di politik lahan hutan, hutan konservasi
yang dibangun selama Orde Baru bisa jadi dipertanyakan
sebagaimana yang terjadi pada kasus Dongi-Dongi di
Sulawesi (Adiwibowo 2005; Li 2007). Perkembangan baru
196 Pada aliansi ‘alami’ antara kapitalisme dan konservasi, lihat Smith
(1984).
445

