Page 457 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 457
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
agraria dan UUPA, para petani melihat TAP MPR IX/
2001 lebih bermanfaat bagi konservasi besar (dark green)
dan korporasi lingkungan daripada isu-isu keadilan
lingkungan. Bagi KPA dan SPP, keadilan lingkungan sering
mencari solusi yang sama dengan inisiatif reforma agraria.
Kelompok lingkungan hidup juga tidak terpikat
dengan TAP MPR IX/2001, karena aliansi agraria dan apa
yang mereka lihat sebagai ancaman terhadap wilayah yang
baru-baru ini mereka peroleh. Prospek mendistribusikan
seluruh bidang lahan hutan pada petani miskin atau
masyarakat adat dan petani di Jawa, atau lainnya dimana-
pun, adalah kalimat yang di beberapa kelompok lingkungan
dengan aliran moderat atau konservatif tidak dapat
diterima. Pada perdebatan saat ini, anggapan beberapa
lembaga pemerintahan Indonesia menganggap aktivis
agraria sebagai tuan tanah. Langkah ini mengubah keten-
tuan dalam reforma agraria dan dalam beberapa hal yang
membedakan perjuangan di Indonesia dari negara-negara
lain. Ini juga membenturkan aktivis agraria paling radikal
195
terhadap aktivis yang lebih moderat dan NGO lingkungan
hijau. Beberapa yang terakhir ini tidak bersedia untuk
mempertimbangkan implikasi dari sejarah terbaru dari
pengambilalihan hutan negara (1967) dalam membentuk
‘hutan nasional’, suatu proses yang juga melibatkan peng-
ambil alihan pengelolaan adat atau kepemilikan tanah
(Peluso dan Vandergeest 2001). TAP MPR IX/2001 dengan
demikian berjalan melalui beberapa kolaborasi, sama
sebagaimana dia telah menlahirkan sisi baru.
Perdebatan tentang TAP MPR IX/2001 juga me-
nerangi kenyataan bahwa tantangan besar nasional telah
beralih dari kriminalisasi gerakan masyarakat sipil menjadi
apakah dan bagaimana aktivis akan bekerja dengan atau
195 Tapi lihat Borras (2006), misalnya, yang berbicara reformasi agraria
di lahan hutan di Filipina.
443

