Page 463 - Gerakan-gerakan Agraria Transnasional
P. 463
Mengklaim Tanah Untuk Reformasi Gerakan Agraria
Hal ini tidak begitu mengejutkan, bahwa kemudian,
setelah Reformasi, beberapa kelompok gerakan agraria
telah bersepakat untuk merangkul sikap ramah lingkungan
sebagai komponen eksplisit dari strategi politik mereka.
Beberapa pemimpin gerakan agraria mengambil sebuah
halaman dari buku lingkungan, menyebarkan pendekatan
multi-skala ini untuk mendapat legitimasi, wilayah dan
otoritas moral dalam berbagai “arena pertandingan”,
termasuk hukum negara dan kebijakan (Afiff et al 2005).
Faktanya bahwa kegagalan untuk berkomitmen untuk
memastikan keberlanjutan lingkungan bisa menjadi dasar
untuk penolakan akses terhadap tanah - terutama di daerah
yang diklasifikasikan sebagai hutan atau daerah konservasi.
Memang, perjanjian antara gerakan keadilan ling-
kungan dan alliansi akademis internasional sudah terfokus
pada kesalahpahaman dan misrepsentasi dari keberlang-
sungan praktek dan klaim agroforestry masyarakat adat
199
oleh pengelola hutan dan yang lainnya. Sama seperti
pendukung keadilan lingkungan yang telah menyadari
kebutuhan untuk menerjemahkan praktek-praktek
tradisional Masyarakat Adat kedalam ide tentang mana-
jemen sumber daya yang berkelanjutan, pendukung KPA
juga segera bergerak ke arah itu. Potensi okupasi tanah
harus dilihat sebagai pengelolaan berkelanjutan dari
lingkungan dataran tinggi yang rapuh, membuat jalur agar
pimpinan SPP dan KPA mengubah pandangannya tentang
okupasi tanah menjadi praktek yang mendukung agro-
kehutanan. Pemimpin SPP mencela ‘agro kehutanan
tradisional’ di dataran tinggi yang dikontrol PERHUTANI
dan terkait dengan itu adalah sistem monokultur di pegu-
nungan oleh Kementrian Kehutanan yang menyebabkan
199 Ini juga merupakan literatu besar, termasuk didalam bahasa Inggris,
di Indonesia, sebagian besar dari karya seumur hidup Michael Dove
(lihat misalnya, Dove 1983, 1985, 1996, dan banyak lainnya).
449

