Page 52 - MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK: PRINSIP, REGULASI, DAN IMPLEMENTASI
P. 52

BAGIAN  I   31
                                                            Perencanaan

            hanya struktur. Sistem memaksa seluruh aktor tunduk pada logika
            konsistensi kebijakan dalam satu kerangka pembangunan nasional.

                Lebih lanjut,  sistem  ini menegaskan  pembagian kewenangan
            yang asimetris tetapi sinkron. Pemerintah pusat bertanggung jawab
            menyusun kebijakan makro nasional, program lintas kementerian/
            lembaga, dan isu strategis berskala nasional. Sementara pemerintah
            daerah  menyusun  rencana  pembangunan  berdasarkan  tugas  dan
            fungsi masing-masing, namun tetap mengacu padaarah pembangunan
            nasional. Hubungan ini mencerminkan prinsip subsidiarity dalam tata
            kelola publik, yaitu bahwa kewenangan didesentralisasikan sejauh
            yang bisa dilaksanakan oleh daerah, namun tetap dalam koridor visi
            nasional. Di sinilah konsep otonomi daerah tidak diartikan sebagai
            kedaulatan penuh, melainkan delegated autonomy yang diikat oleh
            kepentingan kolektif nasional.

                Sistem perencanaan pusat–daerah juga diselenggarakan melalui
            mekanisme koordinasi  yang diformalkan dalam Musyawarah
            Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang tidak hanya
            dilaksanakan di tingkat desa dan kabupaten, tetapi juga di tingkat
            provinsi dan nasional. Melalui forum ini, usulan dari bawah (bottom-
            up) dikompilasi, diverifikasi, dan disinkronkan  dengan rencana
            sektoral (top-down). Musrenbang menjadi medium artikulatif antara
            aspirasi lokal dan  rencana  pusat,  serta sekaligus berfungsi sebagai
            negotiation platform antara aktor daerah dan kementerian/lembaga.
            Hal ini  menjadikan perencanaan pembangunan di  Indonesia
            bercorak hibrid: menggabungkan  pendekatan teknokratik, politis,
            dan partisipatif.
                Namun  demikian, pelaksanaan sistem ini tidak  luput  dari
            tantangan. Salah satunya adalah ketidaksinkronan antara waktu
            penyusunan  dokumen perencanaan  pusat dan daerah. Misalnya,
            RPJM Nasional disusun setelah pelantikan Presiden, sedangkan RPJM
            Daerah disusun pasca pelantikan kepala  daerah, yang tidak  selalu
            bertepatan secara kalender politik. Akibatnya, terjadi missalignment
            planning, di mana rencana daerah tidak  sempat menyesuaikan
            dengan perubahan prioritas nasional. Masalah lainnya adalah belum
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57