Page 59 - MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK: PRINSIP, REGULASI, DAN IMPLEMENTASI
P. 59
38 MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK: PRINSIP, REGULASI, DAN IMPLEMENTASI
Ilustrasi Pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional
bagian integral dari sistem perencanaan nasional. Musrenbang bukan
hanya sebuah prosedur administratif, melainkan suatu platform
deliberatif yang melembagakan prinsip partisipasi masyarakat,
keterbukaan pemerintah, dan konvergensi aktor pembangunan dalam
satu forum perencanaan yang demokratis. Kehadiran Musrenbang
menandai bahwa perencanaan di Indonesia bukan sekadar produk
elite birokrasi, melainkan artikulasi kepentingan antara negara dan
warga dalam ruang formal yang diatur oleh hukum.
Dalam kerangka normatif, Pasal 1 angka 21 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 secara eksplisit mendefinisikan Musrenbang
sebagai “forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.” Definisi
ini mengandung makna bahwa Musrenbang bukan forum diskusi
semata, melainkan mekanisme formal pengambilan keputusan
kolektif yang melibatkan aktor negara dan non-negara. Keterlibatan
pelaku pembangunan dalam forum ini mencerminkan semangat
collaborative governance, yakni tata kelola yang mengintegrasikan
kekuasaan formal dan modal sosial dalam satu proses pembuatan
kebijakan publik.
Musrenbang diselenggarakan secara berjenjang mulai dari
tingkat desa hingga nasional, menciptakan struktur komunikasi
vertikal dan horizontal antara masyarakat dan pemerintah. Di tingkat
desa dan kelurahan, Musrenbang menjadi sarana aspirasi lokal
untuk diangkat ke dalam rencana pembangunan kecamatan dan
kabupaten. Di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, Musrenbang
mempertemukan pemerintah daerah dengan satuan kerja perangkat
daerah (SKPD), DPRD, pelaku usaha, organisasi masyarakat sipil,
dan kelompok kepentingan lokal lainnya. Sedangkan di tingkat
nasional, Musrenbangnas menjadi arena sinkronisasi antara prioritas
pembangunan daerah dan kebijakan sektoral kementerian/lembaga.
Sistem Musrenbang ini secara substansial merepresentasikan
pendekatan bottom-up dalam perencanaan, yang dijalankan secara
simultan dengan pendekatan top-down yang dibangun melalui
kebijakan strategis nasional (RPJP dan RPJM). Dengan kata lain,

