Page 447 - Kembali ke Agraria
P. 447
Usep Setiawan
dari itu, tanah-tanah telantar ini harus ditertibkan, kemudian dima-
sukkan ke dalam sistem ekonomi dan politik sebagai sumber baru
kesejahteraan rakyat.
Menurut hemat penulis, Revisi PP 36/1998 boleh dipandang seba-
gai terobosan untuk mempercepat dan mempermudah penyelesaian
tanah telantar sebagai bagian dari program reforma agraria. Sejak awal,
penulis mendorong agar regulasi mengenai tanah telantar diletakkan
sebagai bagian dari reforma agraria. Adapun program reforma agraria
perlu diletakkan sebagai agenda bangsa dan strategi dasar mem-
bangun struktur politik, ekonomi, dan sosial yang lebih sehat.
Menurut PP 11/2010, ‘’Peruntukan penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah telantar
didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui
reforma agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan
negara lainnya’’ (Psl 15). Peruntukan dan pengaturan peruntukan
bekas tanah telantar dilakukan Kepala BPN RI.
Regulasi yang ditunggu
Kondisi agraria di Tanah Air memerlukan operasi besar dengan
kemauan politik kuat dari penyelenggara Negara dalam membongkar
struktur agraria lama dan membangun tatanan agraria baru yang
lebih berkeadilan sosial. Jika ada kemauan politik yang amat sangat
kuat dari Presiden SBY dan seluruh jajarannya, penertiban dan penda-
yagunaan tanah telantar ini dapat menjadi pintu masuk bagi reforma
agraria. Pendayagunaan tanah telantar yang kewenangannya ada
di pemerintah mestilah sungguh-sungguh diabdikan bagi upaya
mengatasi ketimpangan struktur agraria, kemiskinan rakyat, dan
pengangguran yang masih mendera sebagian penduduk negeri.
Terbitnya PP 11/2010 merupakan sesuatu yang ditunggu meng-
ingat regulasi mengenai tanah telantar yang lama mandul dalam
konsep maupun dalam praktiknya di lapangan. PP yang lama amat
sulit untuk diberlakukan mengingat proses yang sedemikian panjang,
rumit, dan mempersulit pelaksanannya. Alhasil, sejak PP tersebut
428

