Page 450 - Kembali ke Agraria
P. 450
Kembali ke Agraria
negara bekas tanah telantar; Ketentuan peralihan, dan; Ketentuan
penutup.
Memaknai konteks
Beragam konteks melatari lahirnya kebijakan tanah telantar ini.
Secara filosofis, konsepsi “tanah telantar” tak lepas dari konsep
“tanah negara”, yang bersumber pada konsep “hak menguasai negara
atas tanah” (HMN) yang tertera di Konstitusi dan UUPA 1960. Negara
sebagai organisasi rakyat tertinggi yang mengatur keagrariaan, me-
miliki peran kunci dalam “menguasai” dan “menetapkan hubungan
hukum” atas tanah, serta “mengatur peruntukkan dan penggunaan”
tanah untuk sebesar-besarnya kesejahteraan, kemakmuran dan ke-
adilan rakyat.
Dalam konteks penyediaan aneka akses terhadap sarana dan
prasarana yang dibutuhkan rakyat miskin (akses reform) tak mung-
kin terwujud jika tanah sebagai faktor produksi utama tak terlebih
dahulu didistribusikan dan diredistribusikan secara adil (landreform).
Untuk itu, realisasi landreform—termasuk yang objeknya bersumber
dari tanah negara bekas tanah terlantar—kian urgent dijalankan agar
akses lainnya segera dinikmati para subjek reforma agraria.
Penyediaan tanah bagi rakyat miskin hendaknya diikuti dengan
langkah konkret yang memastikan “tanah negara bekas tanah telan-
tar” itu benar-benar ditetapkan sebagai objek Reforma Agraria Sejati
untuk kepentingan rakyat miskin. Kemudian, pengelolaan “tanah
negara bekas tanah telantar” perlu dikembangkan dalam model kolek-
tif dengan mengandalkan kekuatan gotong-royong masyarakat, mela-
lui badan usaha milik rakyat, koperasi produksi dan distribusi perta-
nian, dan sejenisnya.
Peran organisasi rakyat perlu diperkuat dengan cara menggen-
carkan agenda dan program pendidikan yang sistematis guna mela-
hirkan kesadaran baru, memberdayakan kepemimpinan, dan meng-
organisir kader serta massa luas dalam organisasi rakyat yang solid
dan mandiri. Perlu kebijakan dan strategi pembaruan agraria yang
431

