Page 485 - Kembali ke Agraria
P. 485
Usep Setiawan
tegas, terhadap rencana program nasional ini. Sikap saya ini dilan-
dasi oleh beberapa pemikiran dan analisa terhadap watak rejim SBY
itu sendiri yang menurut pandangan saya tidak lebih dari rejim
penguasa yang hendak memantapkan Indonesia sebagai negara
4
neoliberal. Bagi saya, pembaruan agraria yang sejati seperti yang
dicita-citakan oleh sejumlah aktivis dan organisasi gerakan sosial di
Indonesia tidak mungkin terwujud jika rejim yang berkuasa adalah
rejim pro kapitalisme neoliberal. Jadi, ketimbang terjebak dalam ko-
optasi, saya lebih setuju jika para ‘pejuang’ pembaruan agraria yang
sejati mengambil sikap oposisi terhadap berbagai gagasan yang mun-
cul dari rejim ini. 5
Dalam buku ini, meskipun terdiri dari puluhan tulisan popular,
ada beberapa hal yang menonjol yang menjadi pokok bahasan seka-
ligus argumen-argumen pokok Usep. Pertama, pembangunan perta-
nian dan pedesaan haruslah menempatkan kesejahteraan dan kepen-
tingan petani sebagai subyek utama, bukan sekedar peningkatan ang-
ka-angka produksi dan/atau pertumbuhan ekonomi. Kedua, pem-
bangunan janganlah menggusur, apalagi menggusur masyarakat
yang hidupnya sangat bergantung kepada tanah. Ketiga, tanah-tanah
yang dikuasai oleh masyarakat adat harus diakui secara tegas. Keem-
pat, konflik-konflik agraria yang telah terjadi selama ini harus disele-
saikan secara tuntas dalam perspektif keadilan sosial. Kelima, peme-
rintah harus mengurangi secara signifikan ketergantungannya
kepada bantuan asing yang secara jelas telah mendikte pilihan corak
pembangunan dan pembentukan kebijakan-kebijakan ekonomi.
Keenam, neoliberalisme bukanlah pilihan yang tepat untuk mensejah-
terakan rakyat Indonesia, malah sebaliknya. Ketujuh, dan ini yang
4 Tentang negara neoliberal lihat misalnya Harvey, David (2005) A Brief His-
tory of Neoliberalism, Oxford: Oxford University Press, khususnya hal. 64-86.
5 Sesungguhnya perbedaan pandangan dan sikap saya ini telah memicu ‘perde-
bataan hebat’ tidak hanya dengan Usep yang saat itu memimpin KPA, tetapi juga
dengan karib-karib lainnya baik yang ada di KPA maupun yang sudah tidak lagi aktif
di KPA maupun karib-karib aktivis gerakan sosial lainnya.
466

