Page 71 - Tanah Hutan Rakyat
P. 71
58 Aristiono Nugroho, dkk
laun memperlihatkan ciri aslinya yang cenderung otoriter
dan militeristik (Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia). Akibatnya Pemerintah Kabupaten Wonosobo
saat itu cenderung mengabaikan inisiatif lokal dan lebih
mengutamakan inisiatif Pemerintah Pusat, sehingga tingkat
partisipasi masyarakat rekatif rendah, karena yang terbangun
hanyalah sekedar mobilisasi masyarakat.
Perpaduan antara pengabaian aspek sosio-ekologi
dengan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat, berakibat
pada semakin jauhnya masyarakat dari kondisi sejahtera.
Saat itu sinergi antara pemerintah desa, tokoh desa, dan
masyarakat desa tidak berjalan baik, karena masing-masing
disibukkan oleh peran dan kepentingannya sendiri-sendiri.
Ashley dan Carney (1999) pernah menjelaskan, bahwa petani
miskin di pedesaan mempunyai strategi yang berbeda-
beda untuk meningkatkan pendapatannya, di mana hal ini
tergantung pada keadaan sistim pertanian yang berkembang
di wilayahnya. Oleh karena itu, Berdeque dan Escobar (2002)
menyatakan, bahwa program yang disusun untuk mengurangi
kemiskinan di pedesaan haruslah didasarkan potensi sumber
daya di masing-masing lokasi, dengan melihat hubungan
langsung ataupun tidak langsung yang mempengaruhi
produktivitas pertanian.
Akhirnya masa-masa sulit ini dapat diatasi oleh
masyarakat Desa Kalimendong dengan cara mereka sendiri
yang khas desa, yaitu melalui mekanisme sosio-ekonomi
yang dikenal dengan sebutan “gotong-royong”, yang
secara sosiologis berhasil memunculkan perubahan sosial