Page 36 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 36
likuidasi Kementerian Agraria menjadi setingkat
Dirjen di bawah Menteri Dalam Negeri, dengan
fungsi Catur Tertib Pertanahan, yaitu Tertib Hukum;
Tertib Administrasi; Tertib Penggunaan Tanah; dan
Tertib Pemeliharan Tanah dan Lingkungan Hidup,
(3) Reforma Agraria diwujudkan dalam (a) Teknis
Administrasi semata, sedangkan amanat keadilan
sosial UUPA diabaikan, (b) Revolusi Hijau dengan
argumentasi bahwa kecukupan pangan dapat
dicapai melalui modernisasi pertanian tanpa perlu
redistribusi tanah sebagai alat produksi dan (c)
Transmigrasi dengan argumentasi bahwa di luar
Jawa masih terdapat tanah “tak bertuan” yang luas,
sehingga pemindahan penduduk Jawa ke luar Jawa
serta merta merupakan wujud lain redistribusi
lahan (Wiradi 2009).
Revolusi Hijau meningkatkan produksi pangan
dengan ukuran jumlah panen padi melimpah hingga
pertengahan dekade 1980an, setelah periode itu berbagai
dampak negatif mulai muncul antara lain (Antoro 2006
dan Purwati 2023):
1) Pelandaian (leveling off) produktivitas padi karena
daya dukung lingkungan hidup menurun akibat
akumulasi bahan aktif pestisida dan senyawa
pengikat hara pupuk sintetik dalam tanah. Sumber
nutrisi tanaman hanya berasal dari pupuk sintetik,
karena kesuburan tanah menurun.
2) Ketergantungan petani terhadap benih unggul
meningkat, padahal benih unggul rakus hara dan
air, hanya dapat sekali tanam untuk produksi yang
konstan dengan syarat input hara, air, dan pestisida
tinggi.
3) Petani kehilangan daya untuk mengambil keputusan
atas usaha taninya karena mengambil keputusan
di luar Revolusi Hijau membawa risiko dijadikan
BAB II 21
Reforma Agraria Inklusif: Upaya Mempertemukan Reforma Agraria dan GEDSI