Page 47 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 47

30    AN Luthfi, Dwi Wulan TA, Dian Aries M.

            hektar  di  Kota  Pematangsiantar  menunjukkan  bahwa  pemerintah
            membuka  peluang dan harapan  bagi rakyat  untuk  dapat memiliki
            tanah yang didudukinya, karena rakyat memperoleh prioritas untuk
            itu.  Penyelesaiaan  seperti  ini  diilhami  oleh  Keppres  Nomor  32
            Tahun  1979  dan  Permendagri  Nomor  3  Tahun  1979  yang  menya-
            takan bahwa tanah-tanah yang diduduki rakyat tidak akan dilaku-
            kan pembaharuan/perpanjangan hak melainkan harus diselesaikan
            terlebih  dahulu  tentang  masalah  penggarapan-penggarapannya.
            Para  penggarap  memperoleh  prioritas  pertama  dan  utama  untuk
            memohon hak atas tanah yang didudukinya. Aspek keadilan menja-
            di  pertimbangan  utama  dalam  penyelesaian  tanah-tanah  garapan
            disamping keseimbangan bagi kedua belah pihak.
                 Dari sudut pemilik HGU, adanya ketentuan dalam surat kepu-
            tusan pemberian perpanjangan jangka waktu HGU yang mengeluar-
            kan areal seluas 573,41 hektar di Kota Pematangsiantar menunjuk-
            kan  bahwa  pemerintah  tidak  dapat  memberikan  perlindungan
            hukum bagi pemilik tanah perkebunan. Jika untuk setiap areal HGU
            yang  akan  berakhir  haknya  dan  terdapat  reklaiming,  kemudian
            pemerintah  memutuskan  untuk  mengeluarkan  areal  yang  direk-
            laiming  tersebut  dari  areal  HGU,  maka  lambat  laun  tanah-tanah
            perkebunan yang ada dengan HGU akan habis. Hal ini sangat mere-
            sahkan pihak pengusaha perkebunan karena tidak adanya jaminan
            kelangsungan usaha perkebunan, lemahnya jaminan keamanan, dan
            kepastian hak pemilik HGU. Akhirnya, untuk jangka panjang tidak
            saja merugikan pemilik HGU, tetapi juga bagi para penanam modal
            di  bidang  perkebunan  sehingga  tidak  akan  ada  lagi  pengusaha-
            pengusaha  yang  berminat  untuk  berusaha  di  bidang  perkebunan
            yang akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian.
                 Undang-Undang  Nomor  18  Tahun  2004  tentang  Perkebunan
            Pasal 10 ayat (3) secara tegas melarang pemindahan hak atas tanah
            usaha  perkebunan  yang  mengakibatkan  terjadinya  satuan  usaha
            yang  kurang  dari  luas  minimum  yang  diperlukan.  Ketentuan  ini
            harus  dilanggar  pihak  perkebunan  jika  harus  melaksanakan  ke-
            wajiban  yang  ditegaskan  dalam  surat  keputusan  pemberian
            perpanjangan HGU diktum KETIGA butir a yang mewajibkan bahwa
            pihak  perkebunan  melepaskan  areal  seluas  126,59  hektar  yang
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52