Page 51 - Jalan Penyelesaian Persoalan Agraria: Tanah Bekas Hak, Pengakuan Hukum Adat, Penataan Tanah Batam, Percepatan Pendaftaran Tanah, dan Integrasi Tata Ruang
P. 51
34 AN Luthfi, Dwi Wulan TA, Dian Aries M.
sebesar Rp. 99.600.000.000 (99,6 M) dgn cara di tranfer ke
PTPN III
12 2014 Menteri BUMN : Persetujuan penghapusbukuan dan
pemindahtanganan Lahan/Asset Exs HGU Kebun Bangun
seluas 573.41 Ha. Daftar aktiva tanaman dan non tanaman
senila = Rp.2,6 Miliar
13 2015 surat Pemyataan Pelepasan Hak akan ditanda tangani setelah
menerima Ganti Rugi
14 2016 Nilai GR akan dimasukkan dalam RAPBD Kota
Pematangsiantar.
Sumber: Pengolahan data primer dan sekunder, Tahun 2016.
Sebagaimana ditunjukkan pada table 10 di atas penyebab
reklaiming selain adanya penuntutan kembali (reclaiming) tanah
yang dikembalikan ke perkebunan, reklaiming juga dipicu oleh
adanya aktivitas di sekitar areal perkebunan. Penulis berpendapat
bahwa pembangunan terminal terpadu Kota Pematangsiantar yang
bersebelahan dengan areal perkebunan dan prasarana jalan yang
membelah areal perkebunan ikut memicu terjadinya reklaiming
areal perkebunan di sekitar lokasi pembangunan. Hal ini karena
pembangunan terminal terpadu itu menyebabkan nilai tanah
meningkat sangat tinggi. Nilai tanah yang sangat tinggi ini menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengreklaiming areal
perkebunan disekitar lokasi pembangunan terminal, lebih-lebih
oleh para penggarap yang merasa pernah memiliki tanah di areal
perkebunan dan telah diserobot oleh pihak perkebunan di waktu
yang lalu.
Penggarap tidak lagi menginginkan penambahan ganti rugi atas
tanah yang pernah dikembalikan dan diambil pihak perkebunan,
melainkan meminta kembali tanah yang telah dikembalikan itu. Hal
itu karena sejak dibangun terminal baru disitu dan dibangun
prasarana jalan menuju Terminal Terpadu Kota Pematangsiantar
yang dibangun membelah areal perkebunan, sehingga harga tanah
menjadi tinggi dan lokasi tanah menjadi strategis.
Selaras dengan lahirnya masa Reformasi di Indonesia yang
kental menyuarakan dan menghendaki demokratisasi, desentralisa-
si, dan transparansi, maka keberanian masyarakat untuk menggarap
tanah perkebunan meningkat secara berarti. Masyarakat secara
langsung “berani” mengajukan tuntutan-tuntutan atas tindakan-